PDIP Tidak Bisa Lagi Dipercaya Dalam Urusan Pancasila. Oleh: Asyari Usman, Wartawan Senior.
Drama RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sedang ‘pose’ (pause). Pembahasannya ditunda. Tapi, semua komponen besar umat Islam menuntut agar RUU itu dibatalkan.
Tuntutan pembatalan ini kelihatannya akan digaungkan terus. Sampai RUU itu dicabut. Agar RUU yang sangat berbahaya itu tidak lagi mengganggu ketenteraman publik.
Ada pelajaran besar dari drama RUU HIP. Pelajaran itu ialah bahwa PDIP, mulai sekarang, tidak bisa lagi dipercaya dalam urusan Pancasila. Partai Banteng tidak bisa dipercaya lagi sebagai tempat untuk menitipkan Pancasila.
Meskipun mereka akhirnya memasukkan Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang larangan komunisme-PKI sebagai konsideran RUU, dan kemudian menggugurkan Pasal 7 tentang pemerasan (ekstraksi) Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, tetap saja PDIP tidak bisa dipercaya sampai kapan pun. Mereka akan berusaha terus mengutak-atik dasar negara ini.
Pancasila tidak akan aman di tangan PDIP. Khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa (KYME). Melalui konsep Trisila yang digagas oleh elit Partai Banteng, KYME dilecehkan menjadi “ketuhanan yang berkebudayaan” (KYB). Bisa ditebak arah KYB. Yaitu, secara perlahan akan melenyapkan total dasar ketuhanan dalam kehidupan umat.
Umat Islam mencatat ini. Semua sudah terang benderang. Dilihat dari pemikiran mereka untuk memeras lima sila menjadi tiga dan seterusnya menjadi satu, tak diragukan lagi PDIP sedang membidik sila ketuhanan. Mereka, tampaknya, ingin sekali menghapus KYME. Ada indikasi bahwa PDIP gerah dengan sila pertama itu.
Para politisi senior Banteng mengatakan inisiatif Trisila dan Ekasila di RUU HIP bukan datang dari mereka. Begitu juga soal peniadaan Tap MPRS larangan komunisme-PKI di deretan konsideran RUU. PDIP merasa terfitnah. Tapi, semua orang bisa menelusuri kronologi RUU ‘toxic’ itu.
Tim koran ‘Republika’ yang melakukan investigasi menemukan bahwa PDIP adalah pihak yang mengusulkan RUU HIP di Badan Legislasi (Baleg) DPRRI. Wakil Ketua Baleg, Rieke Diah Pitaloka dari PDIP, ditunjuk menjadi ketua panitia kerja (panja) RUU tersebut.
Entah dengan alasan apa, parpol-parpol lain mendukung pembahasan RUU ini. Kecuali PKS dan Partai Demokrat. Hanya PKS yang menolak dengan alasan yang sangat mendasar. Sedangkan Demokrat menolak dengan alasan bahwa tidak baik membahas RUU krusial di tengah wabah Covid-19.
Dalam 3-4 hari ini, PDIP mengaktifkan mesin bantahan. Tetapi, seluruh rakyat sudah tahu apa yang mereka lakukan. Banteng saat ini sedang sibuk meyakinkan umat Islam bahwa mereka adalah partai yang ramah Islam (Islam friendly). Tiba-tiba saja, dua hari lalu (18/6/2020) PDIP mengeluarkan ‘press release’ yang berisi tentangan terhadap upaya Amerika untuk memindahkan ibukota Palestina dari Yerusalem ke Abu Dis.
Sekjen PDIP Hasto Kristianto mengajak semua elemen bangsa bersatu melawan pemindahan ibukota Palestina itu. Tak lupa, Hasto menyebutkan bahwa perjuangan Palestina untuk merdeka selalu ada dalam pikiran Bung Karno.
Memang apa saja tentang Palestina pastilah selalu membangkitkan sentimen umat Islam di sini. Hasto memanfaatkan soal ibukota itu untuk mendinginkan isu Trisila dan Ekasila. Dia mengatakan energi bangsa banyak terkuras ke urusan domestik. Sekarang saatnya ‘outward looking’ alias ‘mengurus dunia’, kata Hasto.
Serius mau mengurus dunia? Dan, apa iya sangat urgen untuk ‘outward looking’ pada saat dan situasi seperti sekarang ini?
Boleh-boleh saja. Tapi, Trisila dan Ekasila plus penyingkiran Tap MPRS larangan komunis-PKI di RUU HIP tak akan pernah terlupakan. Rakyat sulit memulihkan kepercayaan kepada PDIP.