Fisik Jenazah Tak Wajar, Polisi Sebut Almarhum Qidam Alfarizki Teroris

Fisik Jenazah Tak Wajar, Polisi Sebut Almarhum Qidam Alfarizki Teroris
Beberapa luka tubuh yang terdapat di jenazah Qidam Alfarizki Mowance

WARTARAKYAT.ID – Pernyataan Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) yang menyebut Qidam Alfarizki Mowance ditembak hingga meninggal karena anggota dari kelompok teroris mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Keluarga almarhum tegas menolak pernyataan tersebut dan meminta agar Polda Sulteng menarik pernyataan tersebut.

Qidam Alfarizki Mowance meninggal dunia di Desa Tobe Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso pada 9 April 2020. Berdasarkan keterangan Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto, Qidam meninggal karena melakukan perlawanan saat dilakukan pengejaran.

Menurut keterangan keluarga korban saat menerima jenazah, seperti yang dikutip pernyataan Solidaritas Umat Islam Poso, melihat secara fisik almarhum Qidam Alfarizki Mowance meninggal dalam kondisi tidak wajar. Mereka menduga terjadi penganiyaan, ditandai dengan adanya luka jahitan dari paha kiri sampai melewati kemaluan, adanya dugaan luka tusuk pada leher, bahu dan sekitar rusuk kiri, adanya dugaan patah bagian paha kanan, adanya pembengkalan pada leher yang diduga patah serta adanya memar pada belakang leher.

Dikutip dari radarsulteng.id,Sabtu (11/4/2020), Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto, mengatakan, bahwa polisi menerima informasi dari warga bahwa ada salah satu orang tidak dikenal yang bergabung dengan kelompok terorisme Poso yang masih dalam pengejaran turun ke rumah warga, sehingga di situlah terjadi kontak tembak.

“Saat dilakukan pengejaran, dan terjadi kontak tembak dan akhirnya sasaran terkena tembak. Jelasnya ada perlawanan, kan ada kontak tembak,” katanya, Jumat (10/4/2020).

Didik menegaskan, informasi Satgas Tinombala, dan warga yang tertembak itu sudah bergabung dengan dengan kelompok sipil bersenjata, saat turun gunung dan mendatangi rumah warga. Juru bicara Polda Sulteng ini, juga menyebut bahwa keluarga sudah menerima atau mengetahui kejadiannya, karena jenazah sudah di pihak keluarga.

Baca Juga :  Pisah Sambut Balai PJN Wilayah XVII Papua Barat
”Yang jelas dia ini (Qidam Alfarizki Mowance-red) masuk dalam Kelompok sipil bersenjata yang diatas. Namun belum masuk dalam daftar DPO,” tuturnya.

Namun pernyataan dari Polda Sulteng ini berbeda dengan keterangan keluarga Qidam. Paman Qidam, Asman Nusra menjelaskan, sehari-harinya almarhum bekerja di SPBU Tambarana. Peristiwa ini sendiri bermula pada Kamis 9 April, 2020. Ketika itu almarhum masih membantu Asman di sawmill (penggergajian kayu) miliknya, dari pagi hingga sore. Usai membantu Asman, Qidam pulang ke rumah Neneknya. Setiba di rumah Neneknya tersebut, Qidam dilarang kembali keluar, karena mewabahnya virus corona.

“Dia dari kecil sudah tinggal sama neneknya, karena mamanya ada di Manado. Namun saat ditegur, korban tetap keluar dan main ke rumah temannya yang tidak jauh dari rumah neneknya, dengan membawa tas kecil,” jelas Asman, Sabtu (11/4/2020).

Setelah mendapatkan kabar Qidam keluar rumah, Asman berusaha mencarinya, sekitar pukul 19.30 WITA. Mengetahui bahwa Qidam berada di rumah keluarganya yang lain, di Desa Tobe, Ia akhirnya memutuskan untuk menjemputnya sekitar pukul 22.00.

“Namun sudah tidak ada dia di situ, karena takut saya mau jemput,” terangnya.

Lanjut Asnan, almarhum Qidam kemudian rumah, kemudian bertemu dengan masyarakat. Masyarakat kemudian menahan Qidam dan bertanya berasal darimana, yang dijawab dari Tambarana. Saat minta air minum ke warga yang menahannya. korban sempat diminta untuk tidak lari ke arah dekat Polsek.

“Warga menelpon Polmas setempat. Akan tetapi yang datang dari aparat kepolisian di Polsek Poso Pesisir, dan tidak ada dari Polmas. Disitu korban langsung dikejar dan ditembak. Tidak ada itu kontak tembak,” tegas Paman Qidam Alfarizki Mowance.

Dirinya memastikan tidak ada baku tembak karena ia mendengarkan tembakan pertama. Sebab rumah keluarganya itu hanya berjarak 1 Kilometer dari TKP. Ia mengaku, selang satu jam lebih terdengar suara ledakan senjata, dan berulang kali, yang menurutnya seolah-olah itu adalah kontak tembak.

Baca Juga :  Ada Mesin Espresso La Marzocco Linea Classic di Baraja Coffee Cirebon

“Bukan kontak, masih saya dengar karena saya masih di rumah keluarga ini. Karena hanya berjarak 1 kilometer, kejadiannya itu di pukul 23.00. Lama suara tembakan itu satu jam setengah,” terang Asman.

Ia menduga almarhum Qidam dianiya. Asnan memberi alasan, karena habis ditembak, dan ada luka robek akibat sangkur, kemudian korban diseret sepanjang 100 meter .

“Ada bekas diseret sekitar 100 meter lebih, dan ada korban yang menyaksikan di situ saat kejadian, warga sudah banyak di skitar kejadian,” ujarnya.

Menurut Asnan, seharusnya kepolisian bisa lebih dahulu menanyakan korban, tidak langsung ambil tindakan. Iajuga menyesalkan kepolisian menyebut terjadi kontak senjata, padahal ia meyakini tidak ada kontak.

“Kalau memang teroris, kenapa tidak saat bertugas di SPBU ditangkap? Dan sampai saat ini belum ada keterangan resmi dari kepolisian ke keluarga. Bahkan jenzah korban sempat dibawa ke Palu dan disembunyikan, baru diserahkan ke keluarga,” ucap Asman.

Sementara itu, dikutip dari metrosulteng.com, keluarga almarhum Qidham Alfarizi, Muhamad Rifal Tajwid mengatakan jika kematian korban tidak wajar.

“Kami memgecam kematian tidak wajar, yang dilakukan oleh sekelompok oknum aparat kepolisian Polsek setempat,” kata Muhamad Rifal Tajwid, Sabtu (11/4/2020) sore.

Ia menegaskan, pihak keluarga akan mengadukan hal ini ke Kapolri RI. Mereka juga mempertagas, bahwa Qidham bukan teroris.

“Kami mengutuk keras tindakan yang semena-mena oleh aparat kepolisian. Kami akan mengusut tuntas dan mencari identitas pelaku pembunuhan saudara kami,” katanya.

Pihaknya juga minta kepada Kapolda Sulawesi Tengah agar segera mencopot Kapolres Poso. (OSY)

Loading...