Gempita dan Dema Fisip UMJ Gelar Diskusi HAM Soal Muslim Patani

Gempita dan Dema Fisip UMJ Gelar Diskusi HAM Soal Muslim Patani
Seminar Nasional “Penguatan HAM di ASEAN : 15 Tahun Tragedi Pembantaian Muslim Patani di Takbai”,

WARTARAKYAT.ID – Gerakan Mahasiswa Indonesia Peduli Patani (GEMPITA) dan Dewan Eksikutif Mahasiswa (DEMA) Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) bekerjasama mengadakan seminar nasional “Pengguatan HAM di ASEAN : 15 Tahun Tragedi Pembantaian Muslim Patani di Takbai”. Seminar ini diselenggarakan di Aula Madya, Lantai 1, FISIP, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia, Selasa (5/11/2019).

Seminar nasional kali ini dengan menyusun tema “Resolusi Perdamaian di Patani (Thailand Selatan)”. Tujuan tema ini diangkat untuk mencari jalan penyelesaian konflik yang berpanjangan di Patani selama ini.

Peristiwa pembantaian muslim Patani kini telah genap 15 tahun, berawal dari konflik senjata pada 28 April 2004 antara militer Thailand dengan masyarakat di kawasan masjid Krue’Se. Mereka dianggap terlibat sebagai kelompok pejuang. Peristiwa selanjutnya terus bergulir dan menghabiskan puluhan nyawa yang terbuang percuma.

Peristiwa ini kita kenal dengan tragedi pembantian “Tak Bai Berdarah”, dimana hari tersebut adanya ribuan orang melakukan demonstrasi untuk menuntut keadilan.

Sebagian massa aksi bergabung untuk memprotes secara nier kekerasan kepada aparat polisi Thailand di depan kantor Polisi kawasan Tak Bai, Provinsi Narathiwat.

Baca Juga :  Fisik Jenazah Tak Wajar, Polisi Sebut Almarhum Qidam Alfarizki Teroris

Dari demontasi tersebut menyebabkan massa aksi meninggal dunia seramai 85 orang, yang cedera ratusan orang, yang ditangkap 1,370 orang, yang hilang puluhan orang, pada 25 Oktober 2004.

Menurut data Deepsouthwatc (DSW) telah tercatat sejak awal tahun 2004 hingga September 2019, peristiwa sebanyak 20,427, warga yang meninggal dunia sebanyak 7,045 jiwa, dan 13,197 orang mengalami luka-luka

Isu konflik di Thailand Selatan masih menjadi pembahasan yang krusial di ASEAN, di tengah sejumlah wilayah yang telah mulai menemukan kata damai seperti Aceh dan Mindanao, konflik di Thailand Selatan masih menjadi bara di wilayah Asia Tenggara yang tak kunjung padam.

Namun, meski problematika HAM di Thailand selatan masih terus menyisakan persoalan. Masalah ini belum banyak mendapatkan perhatian para pemimpin, maupun menjadi sorotan media internasional.

Sabri Leuriman, kordinator GEMPITA menjelaskan, gerakan mereka telah berdiri semenjak tahun 2016. Aliansi ini terdiri dari beberapa oranisasi mahasiswa, dan terbuka buat semua orang yang mempunyai perhatian terhadap isu-isu kemanusiaan.

Sabri mengatakan resolusi merupakan jembatan perdamaian. Dan dapat diartikan sebagai peta jalan untuk mencegah dan menyelesaikan konflik secara terstruktur dan sistematis.

Baca Juga :  Diko Nugraha Si Kuda Hitam Calon Ketua Umum KNPI 2018-2021
“Pencegahan dan penyelesaian konflik harus diawali dengan pemahaman yang mendalam tentang konflik. Yang dianggap sebagai penyakit. Pencegahan sejak awal konflik akan memberikan jalan untuk disiapkannya suatu jembatan perdamaian. Yang dimungkinkan untuk dimulainya proses rekonsilisasi yang akan melibatkan semua pihak, baik korban konflik, maupun pelaku,” ujar Sabri.

Sabri mengatakan melalui proses rekonsilisasi akan ditetapkan bersama suatu strategi jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan perdamaian.

“Akhir dari keseluruhan rangkaian penyelesaian konflik adalah desain untuk menciptakan langkah strategis dalam mencegah konflik pada masa mendatang,” tutur dia.

Sementara itu, Adam Antoni, wakil ketua DEMA FISIP UIN Jakarta menyampaikan seminar ini diselenggarakan sebagai aksi nyata mahasiswa FISIP mengenai isu-isu kemanusiaan.

Menurutnya, kebanyakan mahasiswa saat ini hanya sebatas retorika tanpa ada kontribusi yang nyata dalam upaya merumuskan perdamaian di kawasan ASEAN.

“Kami berharap akan banyak orang-orang untuk terinspirasi untuk mengadakan seminar-seminar dalam rangka menyadarkan, khususnya di Indonesia,” imbau Adam Antoni. (AMN)

Loading...