Emak-emak Korban Pinjaman Online Gruduk Pengadilan Negeri Jakpus

Emak-emak Korban Pinjaman Online Gruduk Pengadilan Negeri Jakpus

WARTARAKYAT.ID – Para Korban Pinjaman Online yang didominasi oleh emak-emak berdemo di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selasa (02/7/2019).

Dalam orasinya para pendemo menyampaikan, bahwa Praktek – praktek korporasi Industri fintech berbasis digital Peer to peer ( P2p lending) telah memporak – porandakan sistim keuangan dan finansial serta peradaban social di masyarakat.

System tersebut juga tidak didukung dengan regulasi dan kebijakan yang tunduk dengan sistem hukum perdata di Indonesia.

“Financial Technologi (Fintech) adalah kamuflase dari industri keuangan yang ingin merampok uang rakyat. Dengan kedok Fintech para pelaku industri keuangan ini bermetamorfosis menjadi Rentenir Online,” ujar Nicho Silalahi dalam orasinya.

Lanjut Nicho dalam orasinya, bahwa perusahaan – perusahan rentenir itu hampir seluruhnya tidak mengantongi ijin perbankan / transaksi keuangan dari pemerintah. Parahnya lagi, rentenir online tersebut juga menggunakan suku bunga yang terlalu tinggi.

“Perusahaan – perusahaan rentenir yang ada di Indonesia ini banyak yang tidak mengantongi ijin dan mereka menggunakan bunga yang gila – gilaan. Mereka semua bukan bermaksud memberikan pinjaman kepada rakyat, tapi merampok rakyat,” ucap Nicho.

Selain itu, Nicho juga menjelaskan modus dan jebakan Pinjaman Online tersebut. Jika seorang kreditur meminjam kepada Rentenir Online uang sebesar Satu Juta Rupiah. Maka korban akan dikenakan modus biaya admintrasi sebesar 200 Ribu Rupiah.

Sehingga dana chas yang diterima oleh korban itu menjadi 800 ribu saja. Sedangkan dalam batas waktu 14 hari para korban harus mengembalikan pinjaman sebesar 1,2 juta. Namun jika korban tidak melunasi pinjamannya dalam batas waktu yang ditentukan. Maka korban akan bunga harian sebesar 50 – 100 ribu bahkan bisa lebih dari itu.

Baca Juga :  Famhi Sultra Jakarta, Kembali Desak KPK RI Untuk Periksa Bupati Koltim

“Kemudahan dalam pencairan pinjaman sengaja mereka buat agar masyarakat semakin banyak terjerat dalam lilitan hutang (telat bayar). Sehingga para korban akan terjerat pada bunga harian yang akhirnya membuat para korban tidak lagi berfikir rasional dan mengambil jalan pintas,” tegasnya.

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Nusantara tersebut melanjutkan, seringkali korban mengambil jalan pintas dengan cara ‘gali lubang tutup jurang’. Hal itu dilakukan atas saran dan bimbingan para Debt / Dest Colektor yang menagih pada mereka. Akhirnya korban semakin sulit keluar dari perangkap utang dan menjadi sapi perahan.

Lemahnya Pengawasan Pemerintahan Jokowi juga dianggap menjadi salah satu sebab menjamurnya aplikasi pinjaman online yang tidak memiliki ijin. Diamnya Pemerintah juga disinyalir karena adanya gelontoran dana suap yang masuk kekantong – kantong pribadi para pejabat di OJK.

“Lemahnya pengawasan dan penindakan Pemerintah terhadap praktek industry Keuangan justru semakin menumbuh suburkan perusahaan – perusahan Rentenir yang melakukan penipuan melalui kredit keuangan kepada masyarakat. Dengan memanfaatkan pesatnya kemajuan tehnologi,” kata Nicho Silalahi.

Sebelum menutup orasinya, Nicho selaku pimpinan aksi Gerakan Bela Korban Panjaman Online menyampaikan 14 poin tuntutannya sebagai berikut :

Baca Juga :  10 Tahun UU Narkotika: Momentum Revisi Kebijakan Narkotika

Kami menuntut agar Rezim Jokowi – JK segera :

  1. Bubarkan Otoritas Jasa Keuangan.
  2. Bubarkan Komnas HAM.
  3. Copot Mentri Komunikasi Dan Informatika.
  4. Copot Mentri Keuangan.
  5. Copot Gubernur Bank Indonesia.
  6. Tutup Seluruh Aplikasi Rentenir/Pinjaman.
  7. Tangkap serta Adili pemilik dan pegawai perusahaan Rentenir Online.
  8. Hentikan Intimidasi, Teror dan sebar data terhadap para korban Rentenir Online.
  9. Sita seluruh asset – asset Perusahan Rentenir Online yang telah merampok rakyat Indonesia.
  10. Berikan perlindungan terhadap para korban Rentenenir Online.
  11. Tangkap dan adili para pencuri data para korban Rentenir Online.
  12. Menindak tegas seluruh oknum – oknum pejabat Negara yang terlibat dalam skema Fintech (Rentenir Online).
  13. Kemenkeu, Kominfo dan Bank Indonesia Harus bergerak cepat memblokir seluruh aplikasi dan transaksi keuangan para Rentenir Online.
  14. Berlakukan Hukuman Mati Bagi Desk/Debt Colektor yang telah mengintimidasi dan meneror korban rentenir online.

Nicho juga menghimbau kepada para korban pinjaman online untuk bersatu dan berjuang bersama menghadapi rentenir online tersebut. Praktek rentenir ini harus dilawan dengan cara bersatu, agar mendapatkan keadilan dinegeri ini.

“Atas itulah kami dari Lembaga Bantuan Hukum Nusantara mengajak teman – teman untuk bangkit melawan para Rentenir Online ini tanpa mengenal kompromi sebab Kejahatan Yang Mereka Lakukan Tidak Boleh Dikompromikan.!!!,” tutupnya (AMN).

Loading...