Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Oleh Bawaslu Dki, Menuju Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024

Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Oleh Bawaslu Dki, Menuju Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024

Oleh: Sakhroji, SH., MH
(Ketua Bawaslu Jakarta Timur)

Pemilihan Umum sebagai sarana kedaulatan rakyat yang telah ditentukan dalam konstitusi sebagai kegiatan kenegaraan lima tahunan untuk memilih pemimpin negara yang berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, dengan mekanisme terencana dan terukur sebagaimana ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E ayat (6). Kemudian Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, mengamanatkan kepada KPU RI untuk menetapkan hari, tanggal dan waktu pelaksanaan pemungutan suara pemilu sebagaimana Pasal 167. Ketetapan KPU Republik Indonesia mengenai hari dan tanggal Pelaksanaan Pemungutan Suara Pemilu disampaikan sebagaimana SK KPU No.21 Tahun 2022 yang menyatakan, Menetapkan hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal pemungutan suara pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Keputusan ini menjadi acuan untuk menentukan jadwal, tahapan dan program penyelenggaraan pemilu, penentuan tanggal ini juga menjadi momentum bagi Penyelenggara pemilu dan Partai politik yang akan berkontestasi dan masyarakat yang akan ikut menjadi peserta pemilu untuk mempersiapkan diri dalam pelaksanaan tahapan pemilu. Berdasarkan ketentuan Pasal 167 ayat 6 dan 7 menyebutkan Tahapan Penyelenggaraan pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai paling lambat 20 (dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara dan penetapan Pasangan calon terpilih paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya sesuai rencana jadwal yang ditetapkan tahapan penyelenggaraan pemilu KPU RI telah menetapkan tahapan pelaksanaan pemilu dimulai sejak tanggal 14 Juni 2022.

Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, secara pelaksanaan tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan pemilu tahun 2019, karena dasar hukum yang digunakan tidak berubah, masih sama menggunakan UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selanjutnya aturan turunan yang dibuat berupa Peraturan KPU maupun Peraturan Bawaslu untuk pemilu tahun 2024 kemungkinan juga tidak jauh berbeda dengan aturan yang telah dibuat pada pelaksanaan pemilu tahun 2019, meskipun KPU dan Bawaslu akan membuat Peratuan baru yang disesuaikan dengan tahun pelaksanaan pemilu, dengan adanya perubahan dalam aturan teknis, namun secara substansi ketentuanya akan sama.

Terhadap pelaksanaan pemilu tahun 2019, Bawaslu dan jajaran telah melakukan evaluasi terhadap kinerja pengawasan baik dari sisi pencegahan, pengawasan maupun penindakan pelanggaran pemilu, termasuk melakukan pemetaan terhadap tantangan akan kinerja penanganan pelanggaran kedepan yang akan dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota dibawahnya. Tugas dan kewenangan yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajaran harus mengacu kepada visi dan misi Bawaslu menjadi Lembaga Pengawas Pemilu Terpercaya. Sehingga betapa masyarakat harus percaya terhadap Penyelenggara Pemilu dan Penyelenggara pemilu juga harus dapat meyakinkan masyarakat Indonesia, bahwa pemilu telah laksanakan secara demokratis, secara benar, Luber, Jujur dan Adil.

Berdasarkan catatan pada Indeks Kerawanan Pemilu Tahun 2024, penilian terdapat kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu yang menjadi perhatian penting untuk diperhatikan menjelang dan pada pelaksanaan pemilu tahun 2024 nanti. Selain itu, Indeks Kerawanan juga mengidentifikasi ada sebanyak lima provinsi yang memiliki kerawanan tinggi dan perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, yaitu: DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur. Di samping itu, apabila diperhatikan sebaran provinsi dalam setiap dimensi (konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi), maka provinsi di seluruh pulau besar di Indonesia memiliki potensi kerawanan tinggi.

Kemudian diantara rekomendasinya yang harus dilakukan Bawaslu dan jajaran adalah dapat mempersiapkan jajarannya atas kemungkinan meningkatnya potensi gugatan baik itu laporan pelanggaran administrasi dan pengajuan sengketa proses pemilu, termasuk yang paling dekat adalah terkait dengan hasil penetapan partai politik. Maka perlu adanya peningkatan kapasitas bagi komisioner Bawaslu daerah yang terkait dengan penanganan temuan dan pelaporan pelenggaran administrasi dan sengketa proses penting dilakukan untuk meminimalisir potensi meningkatkan kerawanan pada dimensi penyelenggaraan pemilu.

Baca Juga :  Syarif Hidayat: Fasilitas Kemudahan Bea Cukai Untuk Mendorong Ekspor

Kemudian diantara rekomendasinya yang harus dilakukan Bawaslu dan jajaran adalah dapat mempersiapkan jajarannya atas kemungkinan meningkatnya potensi gugatan baik itu laporan pelanggaran administrasi dan pengajuan sengketa proses pemilu, termasuk yang paling dekat adalah terkait dengan hasil penetapan partai politik. Maka perlu adanya peningkatan kapasitas bagi komisioner Bawaslu daerah yang terkait dengan penanganan temuan dan pelaporan pelenggaran administrasi dan sengketa proses penting dilakukan untuk meminimalisir potensi meningkatkan kerawanan pada dimensi penyelenggaraan pemilu.

Bawaslu melakukan penguatan terhadap Pengawas pemilu terutama dalam kapasitas pemahaman serta kualitas dalam penanganan pelanggaran pemilu termasuk kepada seluruh jajaran staf yang nantinya akan mendukung Divisi Penanganan Pelanggaran dalam melakukan tugas penindakan, pembinaan dan supervisi terhadap Bawaslu Kabupaten/Kota.

Selain itu Bawaslu kabupaten/Kota akan memilih calon anggota Panwaslu Kecamatan yang tidak hanya memahami proses pengawasan dan pencegahan, namun juga harus memahami proses penanganan pelanggaran. Sehingga Penwaslu Kecamatan secara pengatahuan dan pemahaman telah siap untuk melakukan tugas dan kewenangan memeriksa, mengkaji dan membuat rekomendasi terhadap dugaan pelanggaran administrasi  pemilu yang akan terjadi dalam pelaksanaan pemilu tahun 2024.

Bawaslu Provinsi juga perlu bekerjasama dan mendorong agar Pemantau pemilu dapat menginisiasi berperan untuk melaporkan kepada Bawaslu dan jajaran, jika menemukan adanya dugaan pelanggaran pemilu, selain itu perlu juga melakukan pendampingan kepada masyarakat atau melakukan advokasi jika ada masyarakat yang berkeinginan membuat laporan kepada Bawaslu Provinsi maupun Bawaslu Kabupaten/Kota. Dalam kontek masih minimnya laporan yang berasal dari masyarakat memang banyak alasan yang bisa dismpaikan diantaranya masyarakat kurang memahami tata cara pelaporan, masih ada kehawatiran dan ketakutan menjadi pelapor, tidak mau direpotkan dalam proses penanganan pelanggaran untuk mengahdiri undangan Bawaslu dalam klarifikasi dan lainnya. Sehingga Bawaslu Provinsi dan Bawaslu kabupaten/Kota perlu memaksimalkan pelaksanaan sosialisasi peraturan perundnag-undnagan, tata cara pelaporan dan penanganan pelanggaran baik kepada partai politik maupun masyarakat luas. Termasuk bekerjasama dengan Pemantau pemilu, LSM maupun Kampus untuk dapat melakukan pendampingan dan advokasi kepada masyarakat.

Evaluasi yang harus dilakukan terhadap Sentra Gakkumdu dalam perbaikan penanganan pelanggaran kedapan diantaranya, peningkatan kapasitas anggota Bawaslu dan kemandirian dalam melakukan penanganan tindak pidan pemilu pada tingkatan pemeriksaan oleh Bawaslu. Melalukan inventarisir permasalahan yang muncul dalam penanganan tidak pidana pemilu dengan melakukan diskusi dan mencari solusi bersama. Dukungan anggaran yang maksimal untuk mendukung kinerja Sentara Gakkumdu. Membangun kerjasama yang baik, meningkatkan sinergi dan kolaborasi, membangun cemistry antara anggota Sentara Gakkumdu sehingga proses penanganan tindak pidana pemilu akan lebih baik.

Penanganan pelanggaran pemilu dimulai melalui satu jalur utama yaitu jalur pengawas pemilu atau Bawaslu dengan seluruh jajarannya. Artinya, setiap dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi, baik administrasi, pidana ataupun kode etik, harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bawaslu. Teknis tata cara penanganan pelanggaran pemilu legislatif secara detail diatur dalam Peraturan Bawaslu No. 07 Tahun 2018 tentang Tata Cara Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu. Pengertian Penanganan Pelanggaran berdasarkan Perbawaslu tersebut adalah serangkaian proses yang meliputi penerusan temuan, penerimaan laporan, pengumpulan alat bukti, klarifikasi, pengkajian, dan/atau pemberian rekomendasi, serta penerusan hasil kajian atas temuan/laporan kepada instansi yang berwenang untuk ditindak lanjuti.

Pintu masuk penanganan pelanggaran pemilu oleh Bawaslu dapat melalui dua pintu, yaitu pintu laporan dan pintu temuan. Laporan dugaan pelanggaran adalah laporan yang disampaikan secara tertulis oleh seorang/lebih warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu, maupun Peserta Pemilu kepada Pengawas Pemilu tentang dugaan terjadinya pelanggaran Pemilu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan temuan adalah hasil pengawasan aktif Pengawas Pemilu, yang didapat secara langsung maupun tidak langsung berupa data atau informasi tentang dugaan terjadinya pelanggaran Pemilu.

Baca Juga :  Prabowo: Kabinet Kerja Jokowi Ugal-Ugalan

Potensi Muncul Pelanggaran Pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024 akan diikuti oleh 541 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi. Rancangan Undang-Undang Pemilu, yang menggabungkan pengaturan Pemilu dan Pemilihan ditarik dari Prolegnas Tahun 2021. Konsekuensinya Pemilu dan Pemilihan yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 masih berpedoman pada dua Undang-Undang yang berbeda, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) dan UU Nomor 1 Tahun 2015 berserta perubahannya (UU Pemilihan). Perbedaan norma kedua peraturan ini bisa berpotensi menimbulkan permasalahan baik dari penyelenggara, peserta pemilu maupun masyarakat.

Selain dari persoalan persinggungan antara rezim Pemilu dan Pilkada yang diatur dalam dua UU yang berbeda, potrensi yang akan memunculkan pelanggaran pemilu adalah banyaknya Pelaksana Tugas (PLT) atau Pejabat sementara (PJS) Kepala Daerah. Selain dari itu, potensi pelanngagaran pemilu/pilkada juga akan muncul pada tiap tahapan seperti.

Pada tahap penentuan DPT, misalnya, mulai dari Proses Coklit, Perbaikan DPS, Daftar Pemilih Tambahan, Pemilih Ganda dan Pemilih Fiktif, Hilangnya Hak Pemilih Rentan. Pada tahap Pencalonan, masalah Mahar Politik, Kampanye Bakal Calon, Syarat Dukungan Perseorangan dan Pencalonan Parpol, Keabsahan dan cross check syarat administrasi calon akan memunculkan berbagai pelanggaran. Kemudian terkait Kampanye, Dana Kampanye, Logistik, Pungut Hitung, dan Rekap Suara sering berpotensi muncul pelangaran Pemilu.

Titik Kerawanan  Pelanggaran Pemilu 2024 Pemilu serentak tahun 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi pengawas Pemilu sebab pengawasan sangat berat dan kompleksitas permasalahan sangat tinggi, maka diharapaan pemerintah dapat mendesain sejak awal desain dan konsep penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 itu sejak dini. Dengan tingkat kerumitan yang tinggi, diharapkan bisa mengurainya dari awal dan mendapatkan solusi alternatif.

Masih rendahnya keterlibatan dan kesadaran masyarakat dalam pengawasan Pemilu,adalah tantang bagi pengawas pemilu. Upaya mendorong masyarakat untuk berpartisipasi tentu tidak sekedar slogan namun bisa diwujudkan saat pelaksanaan Pemilu dimulai. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang informasi kepemiluan, akan menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara khususnya pengawas pemilu. Sosialisasi nilai-nilai pengawas wajib dilakukan sehingga publik/pemilih dapat memahami dan bisa mengambil bagian dalam mengawasi seluruh tahapan.

Faktor lain adalah Indeks kerawanan Pemilu yang cendrung  tinggi, Produksi berita hoax dan  ujaran kebencian (hate speech), kampanye black campaign, Politisasi Birokrasi seperti Pelanggaran Netralitas ASN, TNI/Polri dan Pelanggaran Netralitas Kepala Desa, Penyalah Gunaan Kekuasaan seperti Politisasi Bantuan Sosial/Program Mutasi Jabatan, dan Politik Uang seperti Transaksi dengan Pemilih Transaksi dengan Penyelenggara yang terbilang masih tinggi dari pemilu ke pemilu.

Beberapa hal yang menjadi tantangan pada Pemilu dan Pemilihan  2024 diantaranya adalah pertama, pandemi diprediksi belum berakhir; kedua, ketersediaan anggaran pemerintah, ketiga, penerapan dasar hukum Pemilu dan Pilkada berbeda, keempat berkaitan dengan masa tugas penyelenggara yang habis di tengah tahapan dan kesiapan serta kualitas penyelenggara.

Catatan dan rekomendasi diantaranya adalah pertama, membenahi kendala regulasi dan payung hukum Pemilu yang masih tumpang tindih, tidak jelas dan multitafsir; kedua mendorong perbaikan managemen penyelenggaraan teknis dan penyelenggaraan pengawas pemilu; ketiga, mendorong prioritas pendekatan sanksi administrasi dalam penegakan hukum Pemilu dan meningkatkan efek jera bagi pelanggarnya; keempat, mengoptimalkan koreksi administrasi terhadap akibat yang muncul dari tindakan pelanggaran hukum Pemilu guna memulihkan hak-hak peserta pemilu dan masyarakat serta mengembalikan integritas proses dan hasil Pemilu.

Loading...