Mahasiswa Bersuara: Menuntut UKT Diturunkan atau Biaya Kuliah Dibebaskan?

Mahasiswa Bersuara: Menuntut UKT diturunkan atau Biaya Kuliah Dibebaskan? Oleh: Sartika Saragih

Mahasiswa Bersuara: Menuntut UKT diturunkan atau Biaya Kuliah Dibebaskan? Oleh: Sartika Saragih, A.Md, Pemerhati Generasi dan Pendidikan.

Dampak Pandemi covid-19 benar-benar sangat dirasakan oleh semua lini masyarakat. Kali ini, ranah pendidikan mulai bergejolak panas. Pasalnya, meski ditengah pandemi biaya pendidikan tetap berjalan normal sebagaimana biasa. Mahasiswa pun tak bisa berdiam diri. Mereka menyuarakan aspirasi dan keluhannya. Dari berbagai kampus di Indonesia mengadakan demo, yakni menuntut agar uang kuliah digratiskan atau setidaknya ada pemotongan.

Ditengah tuntutan para Mahasiswa, akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menganggarkan Rp1 triliun untuk program Dana Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Penerima Dana Bantuan UKT akan diutamakan dari mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS).

Namun, untuk mendapatkan bantuan Dana UKT ini, ada sejumlah kriteria yang disyaratkan dan harus dipenuhi. Apa sajakah persyaratan untuk mendapatkan UKT? Berikut poin-poinnya:

1. Calon penerima harus dipastikan orangtuanya mengalami kendala finansial sehingga tak mampu membayar UKT.

2. Penerima Dana Bantuan UKT bukan mahasiswa tidak sedang dibiayai oleh program KIP Kuliah atau beasiswa lainnya.

3. Dana Bantuan UKT diperuntukkan mahasiswa PTS dan PTN yang sedang menjalankan semester 3, 5, dan 7 pada tahun 2020.

Jika tidak memenuhi persyaratan di atas, maka tidak diperkenankan untuk mendapatkan UKT.

Kemudian, untuk penambahan jumlah penerima dana bantuan UKT akan diberikan sebanyak 410.000 mahasiswa (Diutamakan perguruan tinggi swasta) di luar 467.000 mahasiswa yang menerima Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi dan KIP Kuliah.

Selanjutnya, untuk dana KIP Kuliah reguler tahun 2020 tetap diberikan untuk 200.000 mahasiswa baru yang menjalankan semester 1 di tahun 2020

program Dana Bantuan, Solusi Setengah Hati

Perhatikan! Diksi keringanan UKT yang disampaikan oleh Kemendikbud sebenarnya malah memperlihatkan bahwa pemerintah hanya memberikan solusi setengah hati kepada masyarakat.

Sebab, faktanya tidak semua mahasiswa dapat mengakses keringanan UKT tersebut. Ada syarat dan ketentuan berlaku yang diberlakukan pemerintah bagi mereka yang menginginkan UKT dan itu wajib dipenuhi.

Selain itu diharuskan juga mahasiswa untuk dapat menunjukkan kelengkapan bukti/keterangan yang sah terkait status orang tua/wali. Apakah orang tua mahasiswa meninggal dunia, mengalami PHK, mengalami kerugian usaha atau dinyatakan pailit, bahkan keterangan jika orang tua atau wali mengalami penutupan tempat usaha dan menurun pendapatannya secara signifikan. Persyaratan yang cukup banyak bukan?

Baca Juga :  Panglima TNI, Natuna, dan Patroli Pak Luhut. Opini Asyari Usman

Nah, ketika mahasiswa tak mampu memenuhi kriteria ini maka jangan berharap mendapar keringanan UKT.

Disamping itu Kemendigbud juga memberikan mandat agar Rektor/Ketua PTKIN dapat bermitra atau bekerja sama dengan pihak ketiga agar kiranya dapat membantu pembiayaan UKT mahasiswa.

Dari sini bisa dipahami bersama bahwa skenario keringanan UKT yang diberikan bukan dalam rangka negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan generasinya. Melainkan tetap menjalankan tugasnya sebagai regulator semata?

Beginilah kondisi saat ini. Meski ditengah wabah COVID-19, yang sangat berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat sekalipun, pemerintah tak kunjung memenuhi tanggungjawabnya sebagai penjamin pendidikan. UKT tetap harus dibayar meski ada pemotongan, namun itu pun dengan sederet persyaratan.

Bahkan bisa kita lihat sendiri, bahwa negara membuka peluang agar rektor bermitra dengan pihak ketiga untuk membiayai UKT mahasiswa. Artinya pemerintah tidak menjamin sepenuhnya pendidikan generasinya.

Bisa kita saksikan bersama bahwa kalangan mahasiswa kini telah menyampaikan protesnya terhadap minimnya perhatian pemerintah pada keadaan mahasiswa di tengah pandemi. Kuliah daring, orangtua yang sedang kesulitan ekonomi dan beban biaya Pendidikan yang tetap mencekik. Namun dimana peran negara?

Meski akhirnya kemendikbud telah menetapkan ada skema penurunan UKT, semestinya disadari oleh segenap masyarakat bahwa Pendidikan adalah hak warga negara. Negara wajib menyediakan secara gratis dan berkualitas. Mahasiswa dan masyarakat harus menuntut ini.

Memaklumi kehadiran negara hanya berwujud penurunan UKT di masa pandemi sama saja dengan membiarkan berlangsungnya Pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi generasi khoiru ummah.

Jika diperhatikan, tidak ada kritik terhadap kewajiban negara menyediakan Pendidikan gratis. Jika demikian, artinya melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang menyengsarakan karena lepasnya tanggung jawab penuh negara.

Pendidikan Gratis Dalam Sistem Islam

Dalam Islam, menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Negara menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Termasuk dalam pembangunan gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan buku-buku pelajaran sebagai penunjang proses KBM (Kegiatan belajar mengajar) dan pembelajaran dirumah, disediakan pula laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, sampai kepada negara memberikan tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar.

Baca Juga :  Sumbangan Untuk Sandi Adalah Bentuk Ketulusan Aspirasi Rakyat

Dari mana dana untuk penyediaan fasilitas, biaya pendidikan bahkan penunjang insentif pendidik didapatkan? Dengan dukungan sistem ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah direalisasikan.

Pendidikan berkualitas seperti yang diuraikan di atas dijamin bisa dinikmati oleh seluruh warga negara, muslim maupun non muslim, kaya maupun miskin. Pembiayaannya diambil dari Baitul Mal, yakni pos fa’i dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah, yakni kepemilikan umum yang mencakup hasil-hasil sumber daya alam. Sehingga warga negara tidak akan mengeluarkan sepeser pun uang untuk mengenyam pendidikan berkualitas.

Dengan pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara dan tidak menyerahkannya pada asing/swasta yang mana hasilnya diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat termasuk pendidikan, maka hal itu sangat mudah sekali untuk direalisasikan. Bukankah Indonesia kaya akan SDA hingga bergelar jamrud di khatulistiwa?

Maka, Islam memandang bahwa pendidikan sebagai hajah asasi (kebutuhan dasar) yang wajib dipenuhi oleh negara sama seperti sandang, pangan, dan papan serta kesehatan dan keamanan. Dalam sistem Islam, pendidikan pun dijamin gratis mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

Dalam sistem Islam juga negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian, masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan secara gratis.

Semua itu hanya bisa diraih ketika negara ini berkiblat dan kembali kepada sistem Islam yang bersumber dari sang pencipta. Dan tak akan terjawab permasalahan pembiayaan pendidikan jika tak mau mengambil sistem Islam sebagai problem solver. Ringkasnya, dalam sistem pendidikan Islam, pendidikan bukn hanya murah tapi disediakan secara gratis oleh negara. Wallahu a’lam bishshawab.

Loading...