TKA Diperhatikan Nasib Rakyat Tak Dipedulikan. Opini Nisaa Qomariyah

TKA Diperhatikan Nasib Rakyat Tak Dipedulikan. Opini Nisaa Qomariyah

TKA Diperhatikan Nasib Rakyat Tak Dipedulikan. Oleh: Nisaa Qomariyah, S.Pd, Praktisi Pendidikan, Muslimah Peduli Negeri.

Melihat kurva Covid-19 yang belum juga melandai. Semestinya pemerintah fokus dalam menangani wabah tersebut. Namun, alih-alih fokus, pemerintah terkesan santai dan kurang serius dalam penanganan. Bahkan diberitakan dengan tangan terbuka menerima kedatangan 500 TKA China.

Anggota DPD-RI Dapil Sulawesi Tenggara, Wa Ode Rabia al-Adawia Ridwan dengan santainya melontarkan sebuah pernyataan dengan tegas “Abaikan yang bisa menimbulkan polemik.” Ia melontarkan pernyataan tersebut dikarenakan sangat resah dengan adanya berita mengenai kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China yang rencananya mau dipekerjakan di PT. Virtue Dragon Nickel Industrial Park yang berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Apalagi Provinsi Sultra ini sudah dikategorikan sebagai wilayah zona merah yang terpapar Covid-19, (indonews.id, 8/5/2020).

Kebijakan mendatangkan dan mengizinkan TKA masuk ke Indonesia diduga berasal dari pusat. Bupati Konawe membeberkan bahwa di balik adanya rencana kedatangan TKA, terdapat janji-janji manis dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengirimkan bantuan terkait kedatangan TKA dari China.

Akan tetapi, hingga saat ini yang dijanji-janjikan belum juga terealisasi. Hal lain, Kementerian Ketenagakerjaan mengaku bahwa tidak dapat menolak dengan kedatangan 500 TKA dikarenakan adanya Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f yang berbunyi bahwa orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang untuk masuk ke Indonesia semasa pandemi Covid-19. Dari sini sangatlah jelas tampak terdapat adanya campur tangan pejabat dibalik longgarnya kebijakan dan lepas tangannya Kemenaker terhadap TKA China.

Seharusnya pemerintah melakukan penanaman modal asing yang bermanfaat untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi WNI dan tenaga kerja lokal sendiri. Nah, jika penanaman modal asing justru mempekerjakan TKA, berarti penanaman modal itu tidak akan memiliki added value atau nilai tambah.

Betul-betul ironis sekali, hal itu dapat terjadi di tengah pandemi Covid-19 yang berakibat ribuan masyarakat kehilangan pekerjaannya. Sementara rakyat sendiri dimintai untuk berdiam diri di rumah tanpa adanya jaminan kebutuhan hidup yang terpenuhi. Akan tetapi, pemerintah malah memberikan peluang besar bagi TKA China untuk bekerja di Indonesia dengan cuma-cuma. Sungguh beda perlakuan yang diberikan terhadap TKA seperti anak kandung yang harus dimanjakan dan diistimewakan, sedangkan rakyatnya sendiri dianaktirikan atau malah dibuang. Semua ini terjadi akibat dari kelonggaran kebijakan pemerintah terhadap asing dan lepas tangan terhadap kondisi rakyatnya sendiri.

Baca Juga :  Brigade GPI Akan Berjihad Untuk Tanah Rakyat Yang Diambil Anak Perusahaan Luhut Binsar Panjaitan

Sebetulnya dalam keadaan pandemi Covid-19 seperti ini, pemerintah diharuskan dengan sekuat tenaga untuk melindungi, menjaga dan menjamin akan hak-hak rakyatnya. Dengan cara memberhentikan TKA masuk ke Indonesia, terlebih yang berasal dari negara yang awal munculnya wabah Covid-19, agar tidak terjadi penularan secara berkala.

Sementara itu, pelukan hangat semestinya diberikan kepada rakyatnya, agar tidak gelisah dan tetap tenang diam di rumah dengan memberikan jaminan kebutuhan pokoknya. Bukan malah menimbulkan perasaan yang cemas dan kekhawatiran terhadap masyarakat disebabkan mereka dinilai berpotensial membawa virus ke Indonesia.
Namun apa boleh buat, sejak awal negara enggan mengambil kebijakan yang pas mengenai karantina wilayah dengan beralasan akan menghambat laju ekonomi dalam negara. Sebetulnya ketidaksanggupan negara dalam memenuhi semua kebutuhan rakyat dan kolektif masyarakatlah yang menjadi motif utamanya.

Sebenarnya perlu diakui bahwa negara saat ini berfungsi sebagai regulator saja. Salah satunya dengan mudahnya memberikan ijin terhadap TKA China untuk masuk ke Indonesia, dengan dalih tidak dapat menolak. Hal ini semakin membuktikan jika pemerintah berada di genggaman China. Padahal semestinya negara harus lebih mengistimewakan pemenuhan kebutuhan kerja untuk rakyatnya sendiri dibandingkan dengan rakyat asing.

Jelas semakin tampak wajah asli demokrasi kapitalis. Kiblat kearifan lebih berat sebelah pada hajat korporasi lokal maupun asing, dan secuil elit kroni kekuasaan. Sementara itu, kepentingan keselamatan rakyat bukanlah prioritas utama.

Selain itu, mestinya pemerintah melihat kembali hubungan luar negeri dengan China. Peristiwa terakhir yaitu adanya ekspoitasi terhadap 14 anak buah kapal Indonesia oleh China. Belum lagi perlakuan zalim terhadap saudara Muslim di Uighur. Bahkan yang lebih tampak terlihat di depan mata adalah ketika kapal China masuk ke pulau Natuna yang melanggar batas ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) Indonesia. Semua itu sudah cukup menjadi alasan untuk memberhentikan kerja sama atau perjanjian apapun dengan China.

Menurut Juru Bicara PKS Muhammad Kholid membeberkan bahwa pemerintah harus memiliki sikap tegas dan punya sikap berwibawa. Jika lemah dan santai dalam bersikap maka negara ini akan semakin diperbudak oleh negara adidaya sebab tidak mempunyai keberanian dalam bersikap. Lemahnya kedaulatan negeri di hadapan negara adidaya dan korporasi merupakan efek dari kapitalisme yang pro pada pemilik modal saja. Mengingat bahwa China selama ini sudah memberikan banyak sumbangsih modal kepada Indonesia. Fakta tersebut jelas tidak akan ditemui dalam Islam.

Baca Juga :  Sebut 01 Curang, Rocky Gerung Dilaporkan Relawan Jokowi ke Polda

Dalam naungan Islam, negara akan menerapkan seluruh aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Tidak terkecuali dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Islam memandang bekerja adalah kewajiban bagi setiap laki-laki sebagai tanggung jawab untuk mencari nafkah bagi keluarga.

Oleh karena itu negara akan bertanggung jawab untuk memastikan secara detail kewajiban ini terpenuhi. Yakni dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup memadai dan menyediakan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tentunya dalam hal ini rakyat yang berada di bawah naungannya lebih diutamakan. Dalam kondisi tidak ada wabah negarapun akan bertanggungjawab sepenuhnya, apatah lagi dalam kondisi masyarakat terjangkit wabah.

Seperti dalam pemerintahan Khalifah Umar kala diuji Allah dengan dua musibah secara langsung. Pertama, adanya bencana kekeringan yang terjadi di kota Madinah. Peristiwa terjadi selama kurang lebih sembilan bulan ibu kota pemerintahan Islam ini dilanda bencana kelaparan yang disebabkan oleh perubahan cuaca. Ujian yang kedua adalah wabah ‘Thaūn Amwās yang melanda daerah Syam. Wabah ini dikabarkan tidak kurang dari 30 ribu rakyat meninggal dunia.

Meskipun ditimpa dua bencana besar sekaligus, namun Khalifah Umar tidaklah kehilangan kendali. Beliau tetap menampakkan karakternya sebagai seorang pemimpin yang bergegas menyelesaikan masalah rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.

Khalifah Umar bin Khattab telah memberikan contoh dengan mengantarkan langsung bahan-bahan pokok ke masing-masing rumah untuk rakyatnya. Semua dilakukan karena menyadari amanah dan tanggungjawab seorang pemimpin dan negara untuk menjaga jiwa, raga, agama, kehormatan, akal dan harta rakyatnya. Mengupayakan sekuat tenaga agar terpenuhinya kebutuhan rakyat.

Hal itu sesuai dengan dalil terkait amanah pemimpin yang dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala negara), dia adalah pemimpin rakyat, maka dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)

Saatnya rakyat harus sadar, bahwa berada di sistem sekarang ini tidak akan dapat membangkitkan cahaya kehidupan terkecuali kembali ke sistem yang bisa memberikan cahaya kegemilangan yaitu sistem Islam buatan Allah SWT.

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Loading...