WARTARAKYAT.ID – Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) Jabodetabek Rajit Patiran menyebut, meski terkesan lucu, dirinya justru berterimakasih atas kedatangan kuasa hukum Walikota Sorong ke KPK pada Selasa (19/5/2020) lalu untuk menyampaikan surat klarifikasi atas dugaan korupsi APBD Kota Sorong tahun 2018. Ia menyebut, klarifikasi tersebut membuat KPK, mendapat bahan baru untuk ditanyakan pada Pegawai BPK RI nantinya pada pemeriksaan lanjutan.
Menurut Rajit Patiran, langkah klarifikasi yang dilakukan Haris Nurlete SH selaku kuasa hukum Walikota Sorong Lambertus Jitmau terkesan janggal. Ia menjelaskan, sejak terbentuknya KPK hingga saat ini, dirinya dan rekan-rekan pengiat anti korupsi, belum pernah mendengar atau menemukan satupun terlapor yang menyampaikan surat klarifikasi pada KPK. Namun ia mengaku menghormati keputusan tersebut.
“Hal tersebut adalah hak terlapor, kendati terkesan sedikit lucu. Namun saya ucapkan terimakasih,” kata Rajit melalui sambungan selular, Sabtu (23/5/2020).
Menurutnya, klarifikasi baru akan dilakukan oleh terlapor di depan penyidik KPK, ketika diminta keterangannya sebagai saksi terlapor. Itupun berdasarkan surat pangilan yang disampaikan KPK terhadap saksi terlapor. Rajit menuturkan, dalam beberapa kasus yang ditangani KPK selama ini, apabila penyidik yakin telah memenuhi unsur dan cukup alat bukti, maka biasanya saksi terlapor akan langsung ditahan, setelah diperiksa.
“Dengan adanya surat klarifikasi tersebut, membuat penyidik KPK semakin yakin, bahwa ada masalah dalam APBD 2018. Dan saat ini, mereka sangat serius untuk melakukan pendalaman kasus, karena mendapat bahan baru dari kuasa hukum terlapor, untuk ditanyakan pada Pegawai BPK RI. Ketika di minta keteranganya sebagai saksi,” ujar Ketua AMPB Jabodetabek.
Rajit juga menolak terkait pernyataan bahwa laporan dugaan korupsi APBD 2018 Kota Sorong tersebut tidak berdasar. Ia menegaskan, sebagai warga negara yang baik dan putra asli Papua Barat dan selaku Ketua AMPB Jabodetabek, dirinya memiliki hak untuk melaporkan kepala daerah di Provinsi Papua Barat, yang diduga melakukan korupsi.
Ia menambahkan, laporan yang disampaikan ke KPK berdasarkan laporan BPK RI. Rajit menampik laporannya dibangun berdasarkan asumsi-asumsi interes laten, ataupun tendensi politik karena ditunggangi oleh kepentingan pihak lain.
“Apabila laporan hasil audit BPK RI yang dilakukan oleh pegawai BPK RI perwakilan Papua Barat ternyata keliru atau tidak benar. Maka saya pastikan akan melaporkanyya, baik secara administrasi pada Ketua BPK RI, guna ditindak secara administrasi, dan laporan pidana pada Bareskrim Mabes Polri. Sebab data hasil audit BPK adalah data resmi milik publik, terkait pengelolaan uang rakyat oleh pejabat daerah, maupun negara,” tegasnya.
Untuk itu, Rajit Patiran, meminta agar seluruh masyarakat Papua Barat, khususnya masyarakat kota Sorong agar bersabar. Semua pihak diharapkan mau menunggu Penyidik KPK melaksanakan tugasnya.
“Bersabar dan tenang saja, hukum akan membuktikan salah dan benar. Biarlah mekanisme hukum acara di KPK berjalan sebagaimana mestinya. Dan yakinlah, pasti penyidik KPK akan segera memanggil Pegawai BPK RI, dan juga terlapor. Untuk dimintai keterangannya terkait dugaan korupsi, yang tertuang dalam Laporan Hasil Audit BPK RI Tahun 2019 atas APBD Kota Sorong Tahun 2018,” imbuhnya.
Rajit memastikan, AMPB Jabodetabek beserta para pengiat anti korupsi lainnya akan mempresure dan mengawal proses hukum ini. Karena kasus dugaan korupsi APBD kota Sorong tahun 2018 tersebut telah sah terdaftar dalam register perkara di KPK.
Ia menjelaskan, sejak awal AMPB Jabodetabek berkeinginan untuk melaporkan dugaan korupsi ini ke Bareskrim Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Pihaknya menginginkan agar dugaan korupsi ini, agar cepat terungkap, sehingga ada kejelasan. AMPB Jabodetabek tidak ingin masalah ini menjadi gorengan politik menjelang pilkada Tahun 2022.
“Awalnya kami ingin melaporkan kasus ini di Bareskrim Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung, mengingat keberadaan institusi tersebut ada di daerah. Namun melihat keseriusan KPK dalam menangani dugaan korupsi yang kami laporkan. Maka kami bersepakat untuk mengurungkan niat tersebut. Kendati tidak menutup kemungkinan, suatu saat mungkin itupun akan kami lakukan,” ucap Rajit.
Ia menuturkan, adanya peluang terjadinya dugaan penyelewengan pengunaan APBD kota sorong, telah tercium oleh publik sejak lama. Namun karena belum terdapat alat bukti permulaan, maka tidak ada yang melapor.
Lanjut Rajit, dugaan ini mulai mencuat dan menjadi diskusi publik, ketika Wakil Walikota Sorong dr. Pahima Iskandar, memberikan keterangan ke mantan komisioner KPK Laode M Syarif, saat berkunjung ke kota Sorong untuk menghadiri seminar anti korupsi pada 15 Maret 2016.
“Dalam keterangannya tersebut, Wakil Walikota Sorong, menyatakan bahwa dirinya hanya mengetahui APBD Kota Sorong pada awal tahun menjabat. Selanjutnya, hanya Walikota dan istrinya saja yang mengetahuinya. Dan ketika ditanya lebih lanjut oleh La Ode Syarif, tentang siapa istrinya yang dia maksud, maka Wakil Walikota sorong menyebutkan Petronela Kambuaya, yakni Ketua DPRD Kota Sorong. Atas pernyataan Wakil Walikota sorong tersebut, saya telah meminta KPK, untuk memangil Wakil Walikota dan La ode Syarif, untuk ikut didengar keterangannya”. tutup Rajit.
Dilansir dari detik.com, Komisioner KPK Laode M Syarif mengaku kaget dengan sistem kepemimpinan di Kota Sorong. Karena wakil Walikota di kota tersebut belum pernah melihat APBD sama sekali.
Dia menceritakan pertemuannya dengan Wakil Walikota Sorong, Pahimah Iskandar. Meskipun menjabat sebagai Wakil Walikota, Pahimah mengaku tak pernah melihat APBD di kota yang dipimpinnya.
“Jadi dia (Wakil Walikota Sorong-red) cuma sekali setahun lihat APBD. Waktu awal menjabat saja,” kata Laode dalam Seminar Nasional Anti-Corruption and Democracy Outlook 2016 di Hotel Le Meridien, Jl Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2016) seperti yang dilansir dari detik.com.
Laode kemudian menanyakan bagaimana Pemda Sorong mengelola keuangan jika pimpinannya saja tak pernah memantau APBD. Dengan santai Pahimah menjawab bahwa pengelolaan keuangan hanya dipantau oleh Walikota Sorong, Lambert Jitmau. Lambert dan Pahimah menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota pada periode 2012 hingga 2017.
“Yang lihat APBD, Pak Walikota dan Ibu, istrinya, katanya. Rupanya istrinya ini Ketua DPRD Kota Sorong,” kata Laode. (OSY)