TKA Menyerbu, Negara Bisa Apa? Opini Nurhalifah

TKA Menyerbu, Negara Bisa Apa? Opini Nurhalifah

TKA Menyerbu, Negara Bisa Apa? Oleh: Nurhalifah S.Pd.I, Pendidik TPA Sangatta.

Di tengah pandemi corona, masyarakat heboh dengan fakta serbuan TKA yang berasal dari Cina. Tidak tanggung-tanggung 500 orang TKA didatangkan dari negeri asal muasal virus corona tersebut. Rencananya 500 orang TKA asal China ini akan dipekerjakan di dua perusahaan tambang nikel yang ada di Sultra, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel. (kompas.com,jumat,1/5/2020)

Kedatangan TKA Cina sejak 22 April lalu pasalnya menuai kontroversi. Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa pihaknya menolak kedatangan TKA China tersebut. Ia pun mengaku tidak pernah menerima surat resmi mengenai kedatangan TKA China di Sulawesi Tenggara. Sementara itu, saat ditanya terkait akses masuk TKA China, Ia pun merasa kecolongan karena mereka lewat jalur laut yang minim pengawasan. (wartaekonomi.co.id,sabtu,2/5/2020)

Dilema memang, walaupun Pemerintah telah membatasi masyarakat Indonesia yang akan bepergian ke daerah dengan menetapkan larangan mudik untuk semua kalangan, tetapi ternyata di Sulawesi Tenggara (Sultra) dikabarkan telah memberi izin masuk sebanyak 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China. Kementerian Ketenagakerjaan mengaku tidak bisa menolak kedatangan 500 TKA yang telah diajukan dua perusahaan nikel.

Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi, menyampaikan hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19. (wartaekonomi.co.id,jumat,1/5/2020)

Kedatangan merekapun menuai sorotan dari mayoritas anggota DPRD Sulawesi Tenggara dan anggota DPD RI. Anggota DPD-RI Dapil Sultra, Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan menegaskan, menolak kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA). Apalagi, kedatangan mereka rencananya mulai pekan ini secara bertahap. Menurutnya, 49 TKA China yang pernah datang saat pandemi Covid-19 di Sultra sudah sangat meresahkan. Apalagi, akan masuk 500 TKA saat Sultra sudah dikategorikan sebagai daerah rawan terpapar Covid-19. Terkait dukungan pemerintah pusat terhadap 500 TKA China, dianggap berlebihan. Sebab, saat ini di Sultra sudah terjadi banyak PHK karyawan dan memasukkan karyawan asing adalah sebuah kekeliruan besar. (liputan6.com,minggu,3/5/2020)

Baca Juga :  Bharat Kumar Jain, Contoh Bahaya TKA India Ataupun China Tanpa IMTA

Bupati Konawe menyinggung janji yang diucapkan oleh Luhut kepada dirinya. Menurutnya, Luhut menjanjikan bantuan terkait kedatangan TKA China. Namun, ia mengaku hingga kini kompensasi yang dijanjikan belum juga dipenuhi. Selain itu, Ia pun menyayangkan sikap perusahaan yang mempekerjakan TKA China karena enggan memberikan bantuan kepada warga di Bupati Konawe.

Dari ungkapan Bupati Konawe di atas bahwa sebelumnya memang ada perjanjian antara pejabat daerah dengan pemerintah pusat dalam kebijakan. Jika dibahasakan sekarang bahwa “tidak ada makan siang gratis”. Ini merupakan salah satu dari buruknya sistem sekuler kapitalis. Bukan karena kepentingan rakyat tapi kepentingan untung rugi perusahaan. Tidak memandang lagi keselamatan rakyat tapi untung rugi segelintir orang. Bahkan undang-undang yang dibuat tidak melindungi nyawa anak bangsa.

Padahal, sejatinya undang-undang dibuat untuk kepentingan rakyat dan tentunya pejabat atau pemerintah yang sudah terpilih merupakan kepanjangan tangan dari rakyat dalam mengurusi segala aspek kerakyatan tanpa melihat untung rugi. Apalagi dalam kondisi pandemi seharusnya pemerintah fokus kepada pemberantasan wabah dan memenuhi kebutuhan rakyatnya dalam masa karantina dengan menyediakan bahan sandang pangan papan yang terdampak oleh wabah misalnya pengangguran dan lain-lain.

Namun, apalah daya negara sudah terlanjur mengambil sistem ini sehingga dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya sangat susah. Maka seharusnya sekarang sudah saatnya mengganti sistem sekarang dengan sistem paripurna yaitu Islam yang sejak kepemimpinan Nabi Muhammad SAW hingga kekhilafahan terakhir Turki Utsmani 1924 memberikan bukti kegemilangan Islam dalam urusan pemerintahan, politik, sosial, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Baca Juga :  Porsi Koalisi Mana Yang Akan Prabowo Prioritaskan?

Khalifah adalah pelayan ummat, khalifah bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya, termasuk memastikan pejabat dan walinya(Gubernur) menjalanjan kebijakan yang diputuskan. Khalifah juga mengirim Mua’win at-tafwidh(wakil khalifah), yang membantu mengawasi terlaksananya kebijakan di daerah. Seperti di masa khalifah Umar menugaskan Ali bin abi thalib dan Usman bin affan membantu khalifah mengawasi dan berbagai urusan pemerintahan.

Kebijakan Khalifah Umar yang lain yaitu memberikan pilihan kepada Gubernurnya. Apakah ingin menjadi pebisnis atau pelayan ummat (Gubernur) karena tugas Gubernur adalah bukan karena ada sesuatu, apalagi jika melihat untung rugi perusahaan. Namun menjadi Gubernur adalah tugas yang mulia yaitu melayani rakyat.

Demikian juga ketika negeri Islam dilanda wabah, pada masa Daulah Abbasiyah Khalifah Al Muqtadi seketika menghancurkan tempat-tempat maksiat, menutup perbatasan wilayah tanpa kompromi sehingga tidak boleh ada rakyat yang keluar maupun pendatang yang masuk. Wilayah Islam di luar wilayah yang terkena wabah wajib memenuhi sandang dan pangan bagi wilayah yang terkena wabah sehingga dalam waktu singkat wabah thaun pada saat itu segera teratasi.

Begitu bertanggung jawabnya khalifah akan tugasnya mengurusi rakyatnya, karena khalifah akan mempertanggung jawabkan akan amanahnya di hadapan Allah SWT. Hanya di sistem islamlah ini akan terpenuhi, Jadi sudah saatnya kita kembali ke sistem yang mulia ini untuk mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi.

Allohu A’lam.

Loading...