Di Balik Kebijakan Impor Alkes dan Obat-obatan. Opini Heni Kusmawati

Di Balik Kebijakan Impor Alkes dan Obat-obatan. Opini Heni Kusmawati

Di Balik Kebijakan Impor Alkes dan Obat-obatan. Oleh: Heni Kusmawati SPd, Pemerhati Sosial.

Jumlah korban yang terinfeksi covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan. Per tanggal 22 April terdapat 7.135 kasus dengan kematian sebanyak 616 orang. Indonesia menempati urutan kedua terbanyak yang terinfeksi covid se Asia Tenggara setelah Singapura.

Dengan banyaknya kasus tersebut, Indonesia membutuhkan alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang cukup dan ampuh. Sayangnya hal itu tidak bisa terealisasi dengan mudah dan cepat, karena pemerintah Indonesia terlebih dahulu harus mengimpor alat-alat kesehatan dan obat-obatan.  Kebijakan mengimpor di tengah pandemi patut dipertanyakan karena di Indonesia terdapat perusahaan-perusahaan industri yang bisa memproduksi alat-alat kesehatan serta obat-obatan.

Tentu kita masih ingat tatkala covid 19 pertama kali muncul di kota Wuhan China, dimana korban berjatuhan hingga tenaga medis kewalahan. Sehingga China membutuhkan bantuan dari Indonesia berupa alat pelindung diri (APD)untuk digunakan tenaga medis.

Namun tatkala covid 19 sudah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia, beberapa RS dalam negeri kekurangan APD dan terjadi kelangkaan masker. Karenanya pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengimpornya dari China. Anehnya, APD yang diimpor justru hasil produksi Indonesia.

Arya Sinulungga selaku staf khusus menteri BUMN blak-blakan terkait adanya impor di tengah kondisi pandemi. Menurutnya ada oknum-oknum yang sengaja membuat perusahaan kesehatan dalam negeri agar tidak berkembang. Perusahaan dalam negeri hanya dibiarkan untuk mengolah bahan bakunya saja. Yang mana 90 lebih persen alat kesehatan dan 90 persen bahan baku dan obat-obatan diperoleh dari impor.

Baca Juga :  Dirut CV Handytech II Ditahan Atas Dugaan Korupsi Alat BMKG

Kondisi ini jika terus dibiarkan akan menyebabkan Indonesia terancam. Apalagi selama ini, Indonesia hanya disibukkan dengan aktivitas berdagang, bukan sibuk memproduksi.

Jadi, sebenarnya Indonesia memiliki perusahaan-perusahaan industri dan farmasi yang mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan, hanya saja hal itu tidak bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena telah dikendalikan oleh pemilik modal.

Inilah bukti adanya dominasi sistem kapitalisme yang diadopsi dan diterapkan oleh negeri. Sistem yang memberikan kebebasan pada pemilik modal untuk memiliki sesuatu yang mereka inginkan yang dengannya bisa menekan pemerintah negeri ini dalam kebijakan ekonomi sebagaimana yang terjadi selama ini.

Karenanya, yang dibutuhkan rakyat bukanlah pemerintah yang plin plan akan tetapi yang mandiri. Dan ini hanya dijumpai dalam sistem Islam yang diterapkan oleh dualah khilafah islam. Tidak hanya negara Indonesia yang membutuhkan pemimpin yang adil dan terbebas dari kerakusan kaum kapitalis, akan tetapi dunia pun membutuhkan hal yang sama.

Baca Juga :  Polres Kapuas dan Diskominfo Bahas Langkah Pencegahan Covid-19

Terwujudnya keadilan dalam sistem Islam karena negara yang akan mengelola sumber daya alam di dalamnya. Selain itu, pemasukan negara dari berbagai sumber seperti fa’i, ganimah, kharaj dan lain-lain. Semuanya digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Termasuk di dalamnya saat ada wilayah yang terkena wabah.

Dalam Islam perdagangan baik dalam negeri maupun dengan negara luar dibolehkan, akan tetapi tetap memperhatikan dengan negara mana saja yang dibolehkan. Jika negara yang melakukan perdagangan dengan daulah khilafah adalah negara kafir yang memusuhi negara Islam, maka tidak boleh sama sekali melakukan perdagangan dengannya karena status negara tersebut harus diperangi.
Adapun negara yang terikat perjanjian dengan khilafah, maka boleh untuk melakukan perdagangan dengannya sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian tersebut.

Bagi warga negara khilafah baik muslim ataupun non muslim, maka bebas melakukan perdagangan dengan luar negeri ataupun domestik. Akan tetapi tetapi tidak boleh mengekspor komoditas penting sehingga bisa melemahkan negara khilafah dan menguatkan negara kafir.

Jadi, begitu jelas dan sempurna pengaturan khilafah dalam perdagangan dalam dan luar negeri yang mampu menyelesaikan carut marut masalah ekspor maupun impor.

Wallahua’lam.

Loading...