WARTARAKYAT.ID – Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) Jabodetabek mempertanyakan dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong provinsi Papua Barata. Dugaan tersebut didasarkan atas laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Perwakilan Provinsi Papua Barat tahun 2019.
“Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut, kami melihat terdapat sejumlah program yang diduga tidak jelas penggunaan dan laporan pertanggungjawabannya. Dan kami menduga program tersebut fiktif,” kata Rajid Patiran pada rilisnya yang diterima oleh redaksi, Jumat (10/4/2020).
Hal ini sangat disayangkan oleh Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Barat Jabodetabek Rajid Patiran. Ia menjelaskan, pelaksanaan pemerintahan yang bersih menjadi idaman seluruh rakyat di tanah Papua. Ia menilai, saat ini pembangunan di Tanah Papua Barat masih kurang berjalan sesuai harapan rakyat.
“Ini disebabkan banyaknya raja-raja kecil di daerah yang belum tau dan memahami apa arti dari amanah rakyat. Sehingga dalam mengemban amanat rakyat, raja-raja kecil tersebut cenderung berkhianat kepada rakyat. Dan tidak mampu menjalankan amanah tersebut secara baik untuk mewujudkan good Government,” lanjut Rajid
Ia menjelaskan, istilah raja kecil yang dimaksud adalah para kepala daerah, khususnya di tanah Papua. Rajid Patiran menegaskan, pembangunan akan berjalan dengan baik jika dipimpin oleh kepala daerah yang jujur, adil dan amanah.
“Untuk mewujudkan hal tersebut di butuhkan sosok kepala daerah yang jujur, adil dan amanah serta serius dalam mengemban amanat rakyat. Hal ini penting untuk di perhatikan setiap kepala daerah yang ada di tanah Papua, yang mendapatkan kekhususan dari negara,” ujar Rajid Patiran.
Lanjutnya, sebagai pintu gerbang tanah Papua. Kota Sorong adalah barometer bagi orang yang akan melihat keindahan bumi Cendrawasih. Menurutnya, dengan posisinya yang sangat sentral dan strategis, maka wajah kota Sorong seharusnya dipoles secara baik dan dikelola dengan sistem pemerintahan secara tepat.
“Namun mirisnya, hal ini justru berbanding terbalik. Kota Sorong yang diharapkan menjadi cermin tata kelola pemerintahan yang baik, menunjukan sesuatu yang ironi. Selama 2 periode masa bakti, sistem pemerintahan dikelola bagaikan perusahaan keluarga. Dimana suami yang menjadi walikota (Walikota Sorong-red) dan istri menjadi Ketua DPRD nya (Ketua DPRD Kota Sorong-red),” tegas Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Barat Jabodetabek.
Ia memahami bahwa antara eksekutif dengan legislatif adalah dua lembaga yang berbeda. Namun jika eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan dan legislatif sebagai lembaga pengontrol kinerja pemerintahan berada di satu atap. Maka akan memunculkan berbagai prasangka negatif.
“Situasi ini menyebabkan kontrol DPRD menjadi tidak efektif dan tumpul. Karena sangat berpeluang terjadinya permufakatan rumah tangga untuk menentukan arah pembangunan dan kebijakan dalam pemerintahan daerah,” lanjut Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Barat Jabodetabek.
Rajit Patiran menambahkan, kondisi ini diperparah dengan adanya dugaan penyelewangan uang rakyat yang dilakukan oleh Kepala Daerah Kota Sorong. Sebagaimana laporan audit dari BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat tahun 2019.
“Ada beberapa temuan dari laporan BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang kami dapatkan. Terkait dengan dugaan hilangnya uang rakyat ratusan milyaran rupiah pada APBD 2018 Kota Sorong. Menanggapi hal ini, dalam waktu dekat kami akan sampaikan ke penegak hukum. Baik itu kepada KPK, Kejaksaan Agung maupun Kepolisian Republik Indonesia. Kami minta untuk segera ditindaklanjuti,” ujarnya Ketua AMPB.
Ia meyakini, pengunaan APBD secara maksimal dan terarah, merupakan indikator kemajuan pertumbuhan pembangunan yang berbasis kerakyatan dan berkeadilan. Untuk dapat memastikan hal tersebut Pemerintah Pusat harus mengawal berbagai dana yang telah digelontorkan melalui UU 21 2001 tersebut. Hal ini diperlukan agar pembangunan di Papua dan Papua Barat dapat melaju seperti daerah-daerah lain di Indonesia.
“Hilangnya uang rakyat dalam APBD 2018, secara langsung akan menghambat laju pembangunan di daerah. Hal ini apabila tidak segera ditindak lanjuti oleh penegak hukum, maka akan lahir benih-benih distrust (ketidak percayaan-red) rakyat Papua Barat kepada Pemerintah. Baik itu terhadap Pemerintah Daerah Kota Sorong maupun Provinsi Papua Barat dan juga Pemerintah Pusat. Seolah-olah Pemerintah Pusat dan Provinsi sengaja membiarkan atau memelihara oknum-oknum pejabat daerah yang korup dan suka mencuri uang rakyat,” tegas Rajit Patiran.
Ditambahkannya, bukan hal yang baru kepala daerah di Papua dan Papua Barat tersandung kasus korupsi dan telah ditangkap oleh KPK, Kejaksaan Agung maupun Kepolisian Republik Indonesia. Karenanya, ia meyakini temuan BPK yang mengarah pada dugaan raibnya ratusan milyar dana APBD 2018 Kota Sorong akan mengarah pada proses hukum lebih lanjut.
“Sehingga tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk tidak berani melakukan penyidikan dan penangkapan terhadap oknum-oknum Kepala Daerah yang diduga bermasalah. Bahkan, berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, dapat dilakukan penangkapan terhadapnya.” Tutup Rajit Patiran. (AMN)