Survei PISA Jadi Pedoman Sistem Pendidikan di Indonesia

Aturan PSBB, Masyarakat Yang Nekat Mudik Wajib Untuk Dikarantina
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa

WARTARAKYAT.ID – PISA (Programme for International Student Assessment) adalah asesmen oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mengenai kemampuan siswa umur 15 tahun yang diselenggarakan setiap 3 tahun. Survei ini dijadikan rujukan untuk melihat perkembangan pendidikan di Indonesia.

Indonesia sudah mengikuti survei PISA selama tujuh putaran sejak tahun 2000 hingga 2018. Hasilnya, kualitas pendidikan di Indonesia telah berubah menjadi lebih terbuka, inklusif, dan meluas aksesnya.

Dalam survei PISA ini ada tiga persoalan yang harus dibenahi dari dunia pendidikan di Indonesia. Pertama soal masih banyaknya presentase murid berprestasi rendah. Presiden mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia berhasil meningkatkan akses bagi anak berusia 15 tahun terhadap sistem pendidikan sejak beberapa waktu terakhir. Namun, Kepala Negara menilai bahwa upaya yang dilakukan harus dapat dipacu lebih jauh.

“Jadi masih diperlukan upaya lebih besar agar target siswa berprestasi rendah ditekan hingga berada di kisaran 15 sampai 20 persen di 2030,” kata Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, (3/4/2020).

Baca Juga :  Sanksi Rakyat, Padamu Partai Kakbah, Sebuah Opini Dimas Huda

Persoalan berikutnya mengenai tingginya presentasi siswa untuk mengulang kelas. Yakni sebesar 16 persen yang 5 persen lebih tinggi dibanding rata-rata di negara anggota OECD. Tingginya tingkat ketidakhadiran siswa di kelas juga menjadi masalah tersendiri. Kinerja guru juga menjadi persoalan dimana masih banyak guru yang mengemban beban administratif.

Sementara itu . Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengakui, tidak dapat dipungkiri hasil survei dari PISA ini bergantung kepada sosial ekonomi siswa. Bappenas mencatat bahwa siswa pedesaan cenderung memiliki kemampuan pendidikan lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan.

“Keadaan sosial ekonomi memiliki pengaruh yang besar bagi kemampuan siswa, siswa dengan strata ekonomi menengah ke atas dapat mengakses sumber pendidikan lebih banyak dibandingkan dengan siswa ekonomi menengah ke bawah,” ujar Menteri PPN Suharso Monoarfa dalam pernyataan yang diterima redaksi, Selasa (7/4/2020)

Baca Juga :  Berkat Tabur 31 1, Ruslan Kasim Buron Kejari Bireuen Berhasil Ditangkap

Menurutnya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan di setiap daerah menjadi faktor belum meratanya sistem pendidikan di Indonesia. Kedepannya diharapkan setiap pemerintah daerah dapat melakukan realokasi anggaran sebesar 20% sesuai dengan perhitungan anggaran APBN untuk anggaran pendidikan. (AMN)

Loading...