Bamsoet: MPR Akan Akhiri Kontroversi Amandemen UUD NRI 1945

Bamsoet: MPR Akan Akhiri Kontroversi Amandemen UUD NRI 1945
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat melakukan media visit ke Media Group News, di Kedoya, Jakarta, Selasa (11/2/2020)

WARTARAKYAT.ID – MPR RI periode 2019-2024 akan mengakhiri ketidakjelasan rencana perubahan terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen UUD NRI 1945). Hal ini harus segera diputuskan karena wacana tersebut sejak lama telah menjadi polemik di masyarakat.

Hal ini disampaikan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat melakukan media visit ke Media Group News, di Kedoya, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Menurutnya, sejak periode 2004-2009 hingga 2016-2019, MPR RI seperti berada di persimpangan jalan untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai road pembangunan bangsa. Untuk itu MPR terus melakukan silaturahim kebangsaan ke berbagai pihak.

Amendemen adalah perubahan resmi dokumen resmi atau catatan tertentu, terutama untuk memperbagusnya. Perubahan ini dapat berupa penambahan, atau juga penghapusan catatan yang salah, tidak sesuai lagi.

“Apakah UUD NRI 1945 jadi mengalami perubahan terbatas atau tidak, harus diputuskan oleh MPR RI periode 2019-2024. Karena itu, MPR RI terus melakukan silaturahim kebangsaan ke berbagai organisasi masyarakat, tokoh bangsa, hingga partai politik untuk menyerap aspirasi. Khususnya dari media massa, sebagai pilar ke-4 demokrasi sekaligus corong yang mampu menangkap kegelisahan dan suasana kebatinan rakyat,” kata Bamsoet.

Baca Juga :  UUD 1945 Kilat dan Sementara, Sebuah Opini Prihandoyo Kuswanto

Ia menjelaskan, dari berbagai aspirasi yang ditangkap MPR RI, ada enam kelompok pandangan terkait amandemen UUD NRI 1945. Dari enam pandangan ini, semua sepakat perlunya diadakan PPHN.

Pandangan yang pertama menghendaki kembali ke UUD NRI 1945 yang asli, sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Menurut pandangan ini, amandemen UUD NRI 1945 yang dilakukan sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 telah jauh menyimpang dari semangat para pendiri bangsa. Perubahan ini menurut penuturan Bamsoet, telah menimbulkan berbagai persoalan ketatanegaraan.

“Kedua, pandangan yang menginginkan kembali ke UUD NRI 1945 yang asli, kemudian menyempurnakannya melalui adendeum. Sehingga naskah asli UUD NRI 1945 sebagai spirit perjuangan yang dirumuskan pendiri bangsa tidak hilang,” ujar Bamsoet.

Lanjutnya, pandangan ketiga menghendaki penyempurnaan secara menyeluruh terhadap UUD NRI 1945 yang telah empat kali dilakukan perubahan. Menurut pandangan ini, terdapat inkonsistensi dan inkoherensi antara Pancasila dan Pembukaan UUD NRI 1945 di satu sisi, dengan pasal-pasal yang terdapat di dalam UUD NRI 1945 pada sisi lainnya.

Baca Juga :  Bamsoet: Jadikan Idul Fitri Sebagai Momen Perbaiki Diri dan Bangsa

“Keempat, pandangan yang menginginkan penyempurnaan terhadap UUD NRI 1945,” papar Bamsoet.

Kelima, lanjut Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini, pandangan yang menghendaki amandemen UUD NRI 1945, yaitu menghadirkan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN. Hanya itu, dan tidak boleh menyentuh pasal-pasal lainnya Sedangkan yang terakhir, Keenam, pandangan yang menilai bahwa sistem ketatanegaraan kita pada saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Persoalan yang muncul bukan pada UUD NRI 1945, tetapi pada implementasi peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan amanat konstitusi.

“Dari keenam pandangan tersebut ada satu kesamaan yang bisa ditarik sebagai titik temu. Semua pandangan menginginkan adanya PPHN sebagai road map pembangunan bangsa. Ketiadaan PPHN pasca bergulirnya reformasi, membuat bangsa ini seperti perahu besar yang mengarungi samudera tanpa kompas sebagai petunjuk arah. Terombang-ambing tak tentu mau kemana,” tandas Bamsoet.

Bamsoet menegaskan, MPR RI tak bisa berjalan sendiri dalam memilih jalan yang pasti untuk keluar dari persimpangan jalan.

“Butuh dukungan pers agar kajian menghadirkan PPHN bisa komprehensif, sekaligus sebagai jembatan komunikasi antara MPR RI dengan rakyat,” tutupnya. (OSY)

Loading...