Potensi Milenial Dalam Pembangunan Bangsa. Oleh: Alfaris Yasir, Lembaga Survei Akurat Indonesia (SAI).
Dalam data pemilu tahun 2019 lalu bahwa generasi milenial memiliki suara 40% dari total jumlah kesuluruhan secara nasional. Dan mereka sebagai salah satu terbesar penentu kemengangan ditingkat pileg dan pilpres 2019 lalu dalam konteks pemilih.
Milenial atau sering disebut millennials adalah sebuah istilah yang sangat populer menggantikan istiliah generasi Y (gen Y). Generasi Y adalah kelompok demografis yang lahir setelah generasi X, yang dulunya biasa kita sebut sebagai ABG (Anak Baru Gede/Gaul). Generasi milenial adalah, juga kelompok demografis seletah generasi X atau (gen X).
Menurut para peniliti social, generasi Y atau milenial ini lahir pada rentang tahun 1980-an hingga tahun 2000. Dengan kata lain, generasi milenial ini adalah anak-anak muda yang saat ini berusia kisaran antara 15 – 35 tahun.
Dengan pengalaman sebagai penentu kemenangan pileg dan pilpres 2019 lalu (dalam konteks sebagai pemilih), generasi milenial juga punya potensi sebagai bagian dari konstribusi atas terwujudnya tujuan-tujuan politik praktis dalam pemenangan kandidat kepala daerah di pemilu kada (pilkada) 2020 september mendatang diberbagai daerah di Indonesia, khususnya di provinsi Papua dan Papua Barat.
Di berbagai lembaga pemerintahan, non pemeritahan, swasta dan lain-lain, keterlibat generasi milenial begitu pesat dalam posisi strategis di Indonesia, artinya generasi milenial punya potensi kreatif dan inovatif besar dalam sumbangsi konseptual, teoritis dan partis (terlibat secara langsung) dalam pembangunan bangsa dan negara.
Dari keseriusan pemerintah dan lembaga non pemerintah maupun swasta melibatkan generasi milenial maka, generasi milenial seharusnya lebih focus kepada pembangunan diri dan masa depan bangsa serta negera. Tanpa mereka maka, stafet perjuangan tidak akan berlanjut, agar mejadi generasi milenial yang siap dimasa depan maka, perlu milenial mempersiapkan diri menjadi generasi yang siap menhadapi tantangan jaman era di gital 4.0.
Perlu juga kita tinjau dan menrefleksi kembali Pemuda/Milenial di jaman sebelum kemerdakaan negara kesatuan republic Indonesia (NKRI). Sebelum saya lanjutkan tulisan ini, perlu saya jelaskan sedikit istilah pemuda, dalam tulisan kali ini saya maknai pemuda sebagai milenial itu sendiri. Pada saat kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda adalah peristiwa terpenting dan menarik yang akan selalu menjadi sprit perjuang bagi pemuda/milenial dalam berbangsa dan bernegara. Pada saat itu ketika kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1926 yang melahirkan Sumpah Pemuda yang dimotori dan digagas oleh para pemuda/milinial agar Bangsa dan Negara bisa berdiri secara mandiri, merdeka dan bebas dari colonial dan imperialisme negara-negara penjajah.
Dan yang menarik dari perjuangan itu, usia mereka rata-rata 20 tahunan atau tidak lebih dari 30 tahun. Tentu dengan usia yang masih sangat muda di masa pergerakan Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda yang digagas, dimotori dan diperjuangkan langsung oleh para tokoh pemuda seperti, Soegondo Djojopoespito yang memimpin kongres pemuda II berusia 24 tahun, Moh. Yamin yang menjadi salah satu tokoh sentral dalam kongres Pemuda II berusia 25 tahun, Johanna Tumbuan dari Jong Sulawesi pada saat itu mengekuti kongres Pemuda II berusia 18 tahun, J. Leimana dari Ambon Maluku pada saat mengekuti kongres Pemuda II berusa 23 tahun, Mohammad Roem dari Jong Islamieten Bond (JIB) pada saat itu berusia 20 tahun.
Pada usia yang boleh dikatakan masih sangat muda mereka punya tekat besar untuk bersatu dan terlibat langsung dalam pernan untuk berjuang memerdekakan Indonesai. Padahal di era mereka tentu banyak keterbatasan fasilitas seperti era sekarang yang sudah masuk di era digital 4.0, tapi sungguh luar biasa mereka mampu membuat sejarah dalam bangsa dan negara ini yang tidak bisa dilupakan oleh pemuda/milenial atau bahkan bangsa ini dari masa ke masa.
Pertanyaannya sekarang, kenapa milenial di masa itu bisa dan efektif perjuangannya ketimbang milenial di jaman sekarang.Padahal era sekarang adalah era yang muda untuk kita berinovasi dan berkreatifitas dalam bidang kita masing-masing, apa lagi dalam bidang praktis dalam memperjuang daerah yang kita tinggali masing-masing. Ini tantangan jaman dan perkembangan jaman yang tidak bisa milinial pesimis melihatnya, sebagai generasi milenial kita harus serius mengambil pernan perjuangan dibidang yang kita bisa tekuni, sehingga kita tidak menjadi generasi yang sia-sia di daerah kita, apa lagi untuk bangsa dan negara.