Jangan Lupa, PKI Itu Sadis dan Biadab. Opini Asyari usman

PDIP Tidak Bisa Lagi Dipercaya Dalam Urusan Pancasila. Oleh: Asyari Usman

Jangan Lupa, PKI Itu Sadis dan Biadab. Oleh: Asyari Usman, Wartawan Senior.

Pada 30 September 2019 dinihari, genap 54 tahun pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuh jenderal TNI diculik dan dibunuh dalam pengkhianatan yang disebut Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI).

Ketujuh perwira tinggi itu adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Letjen Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono), Letjen Siswondo Parman (S Parman), Mayjen Donald Isaac Pandjaitan (DI Panjaitan), Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Brigjen Katamso Darmokusumo.

Mereka dibunuh dengan sadis. Sangat biadab. Para jenderal itu ditembaki, diseret dan dilemparkan ke atas kendaraan. Jasad para jenderal dibawa ke satu tempat dan dimasukkan ke sebuah lubang yang kemudian disebut Lubang Buaya.

Seluruh rakyat Indonesia dari semua generasi tidak boleh melupakan kebiadaban PKI yang luar biasa itu. Rakyat juga harus tetap waspada karena ada indikasi tentang upaya komunisme yang ingin muncul kembali di Indonesia. Belakangan ini, pertanda itu semakin jelas. Dan mereka semakin berani menunjukkan identitas sebagai pendukung komunisme.

Para pemuja komunisme menjadi berani belakangan ini karena ada blok politik besar yang memberikan tempat kepada mereka. Memberikan perlidungan dan pembelaan. Orang-orang yang memiliki hubungan historis dan emosional dengan PKI ditampung oleh blok politik itu. Blok politik tsb menjalin hubungan erat dengan partai komunis di RRC.

Baca Juga :  Terlambat, Malaysia Tak Bisa Lagi Lepas dari Perangkap RRC
Umat Islam garis lurus harus terus waspada. Komunisme RRC tidak bisa dipercaya. Mereka adalah negara anti-Islam. Mereka menyiksa umat Islam di negara mereka sendiri. RRC menyiksa umat Islam Uigur di Turkistan Timur yang dicaplok oleh China dan mereka ubah namanya menjadi Xin Jiang.

Umat Islam harus berhati-hati dengan China. Apalagi kehadiran mereka di Indonesia ini semakin kuat. Mereka mengerahkan investasi yang sangat besar di negara ini. Sekarang ini, nyaris tidak ada aktivitas ekonomi-bisnis yang tidak ada faktor RRC-nya.

Terasa sangat rawan. Pengaruh RRC sudah begitu besar, luas, dan dalam. Indonesia menjadi kehilangan kedaulatan karena investasi dan pinjaman yang jumlahnya sangat mencemaskan bagi generasi mendatang. Ini sangat bisa menjadi pintu masuk bagi hegemoni China di negara ini. Dari sinilah CCP (China Communist Party) akan menancapkan pengaruh besarnya. Dan dari sini pula PKI akan merasa bisa bernafas.

Karena itu, kita semua perlu senantiasa mewaspadai dan melawan kebangkitan komunisme di Indonesia. Wadah mereka bisa saja bukan PKI. Tetapi, konsep politik dan tujuan akhir mereka tidak jauh-jauh dari tujuan PKI dulu yang menculik para jenderal di tahun 1965.

Baca Juga :  Kepulauan Natuna Adalah Mutlak Teritorial NKRI

Para penganut dan penyebar paham komunisme sangat hebat. Mereka bisa meyakinkan banyak orang di semua level dan lini bahwa mereka sudah “tidak ada lagi”. Mereka katakan bahwa komunisme dalam bentuk PKI, tidak mungkin hidup lagi. Mereka mengatakan PKI bukan lagi ancaman. Bahkan seorang cendekiawan liberal belum lama ini mengatakan bahwa dia sudah bosan membicarakan PKI atau komunisme. Bagi dia, paham dan partai itu sudah menjadi bagian masa lalu.

Jika orang seperti ini berhasil menceramahi publik, alangkah berbahayanya bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Lebih khusus lagi umat Islam garis lurus.

Mengapa ‘garis lurus’? Karena begitu banyak yang mengaku sebagai orang Islam tetapi tidak segan-segan memberikan restu dan pembelaan untuk komunisme dan PKI. Mereka ini termasuk orang Islam yang berpaham liberal. Juga mereka yang menganut ajaran-ajaran sesat.

Sekali lagi, jangan lupakan kesadisan dan kebiadaban PKI terhadap para jenderal yang mereka bunuh dengan cara yang teramat keji. Ceritakan kepada anak-cucu Anda tentang kesadisan PKI itu.

Jangan sampai lengah! PKI itu siap melakukan hal-hal yang tak terduga. Mereka tega membunuh siapa saja, termasuk sanak-keluarga mereka sendiri.

Loading...