IMB di Pulau Reklamasi: Goodbener Apa Gakbener?

IMB di Pulau Reklamasi: Goodbener Apa Gakbener? Oleh: Miftah H. Yusufpati,

IMB di Pulau Reklamasi: Goodbener Apa Gakbener? Oleh: Miftah H. Yusufpati, Wartawan Senior.

Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan berpotensi maju sebagai calon presiden (capres) dalam kontestasi Pilpres 2024. Wajar, kata peneliti LSI Denny JA Rully Akbar, jika belakangan ini Anies terus mendapatkan sorotan oleh publik. “Anies digadang-gadang sebagai the next calon presiden di Pemilu 2024. Sebagai politisi, wajar Anies mendapatkan serangan dari berbagai pihak,” kata Rully, Selasa (2/7/2019).

Di sisi lain, lanjut Rully, hal tersebut merupakan momentum bagi Anies untuk terus bekerja dengan baik dalam membangun Ibu Kota hingga 2022. Dengan demikian masyarakat bisa melihat bahwa Anies layak diperhitungkan atau tidak.

Soal Anies jadi sorotan, bahkan selalu direcoki, itu benar. Bahkan Anies selalu saja menjadi sasaran perundingan. Ada pihak-pihak yang bernafsu menginginkan Gubernur DKI Jakarta ini tampil buruk di mata publik. Prestasinya dipendam dalam-dalam. Keburukannya dieksploitasi dan dijunjung tinggi-tinggi.

Selalu saja dicari celah untuk mengolok-olok kebijakan Anies, kendati kebijakan itu sudah benar. Kasus terbaru adalah penerbitan izin mendirikan bangunan atau IMB bagi 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D, sebuah pulau hasil reklamasi. Mereka menuduh Anies telah melanjutkan reklamasi era Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Padahal saat kampanye dulu tokoh yang diberi julukan “goodbener” oleh pendukungnya ini sudah berjanji untuk menghentikan proyek pengurugan pantai itu.

Lalu, benarkah tuduhan para perundung atau perisak yang seringkali memberi sebutan “gakbener” kepada Anies itu?

Janji Kampanye

Soal pulau reklamasi, Anies setidaknya punya dua janji kampanye kepada pemilihnya. Pertama, menghentikan reklamasi. Kedua, memanfaatkan pulau yang sudah telanjur terbangun untuk kepentingan publik. Maknanya, pulau tersebut bisa menjadi pantai yang terbuka dan dapat dinikmati semua warga.

Begitu terpilih, Anies mencoba memenuhi janji itu. Pada September 2018, misalnya, ia menghentikan rencana reklamasi terhadap 13 pulau buatan yang belum dibangun. Lunas sudah janji pertama Anies.

Lalu, bagaimana dengan janji kedua? Anies punya rencana, pantai yang telah terbangun dijadikan pantai untuk kepentingan publik. Akan hal itu, Anies telah menunjuk badan usaha milik daerah atau BUMD sebagai pengelola pantai hasil reklamasi tersebut.

Gubernur Anies juga telah membuka pantai tersebut dan menjadikannya pantai publik dengan nama “Pantai Kita, Maju Bersama”. Masyarakat bisa secara bebas datang ke pantai ini. Nantinya, di sini akan dibangun fasilitas publik. Pada era sebelum Anies, pantai buatan tersebut tertutup. Tidak bisa sembarang orang menginjakkan kaki ke wilayah ini.

Baca Juga :  GPJ: Anies Baswedan Harus Sikapi Carut Marutnya Kinerja PD Pasar Jaya

Persoalan kini adalah adanya penerbitan IMB terhadap bangunan yang sudah ada di lahan tersebut, khususnya di Pulau D. Di pulau ini terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.

Langkah ini oleh sejumlah pihak dianggap seakan-akan Anies melanjutkan reklamasi. Padahal, Anies menerbitkan IMB itu berlandaskan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016. Pergub itu diterbitkan pada 25 Oktober 2016, beberapa hari sebelum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok cuti kampanye Pilkada DKI 2017.

Sejatinya, terkait dengan bangunan ber-IMB, Anies telah menempuh beberapa hal begitu ia dinyatakan memenangkan Pikada DKI. Ketua Tim Sinkronisasi, Sudirman Said, misalnya meminta agar Gubernur Djarot Saiful Hidayat saat itu tidak meneken kontrak soal reklamasi. Djarot tak menggubrisnya. Pada tanggal 11 Agustus 2017, ia menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) Pemprov DKI dengan pengembang yang menyetujui HGB di atas hak pengelolaan.

Tidak berhenti di sini. Anies juga telah meminta pembatalan HGB kepada Badan Pertanahan Nasional atau BPN, tetapi permintaan itu ditolak.

Dua kegagalan tersebut membuat langkah Anies terkunci. Dia tidak bisa menolak pengajuan IMB atau kemudian membongkar bangunan. Hal yang bisa dilakukan Anies adalah membuat aturan bahwa swasta hanya boleh memanfaatkan lahan maksimal 35%. Lebih rendah dibanding ketetapan Ahok yang 55%.

Pergub dan Perda

Nah, itu pula yang membuat Anies tidak bisa menolak pengajuan IMB atas bangunan yang sempat ia segel pada tahun lalu. Kebijakan tersebut berdasar pergub tadi sembari tetap menunggu lahirnya perda yang kedudukannya lebih tinggi.

Kini, pembahasan perda terhenti menyusul tertangkapnya Ketua Komisi D DPRD DKI saat itu, M Sanusi, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sanusi tertangkap tangan saat menerima suap dari pengembang reklamasi, Presiden Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Dalam kasus ini beberapa anggota DPRD juga diperiksa KPK. Sebagian di antara mereka ditahan. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan 2016. Selanjutnya muncul pergub tersebut pada 25 Oktober 2016.

Pergub itu dibuat untuk menjadi landasan hukum bagi kegiatan pembangunan di pulau reklamasi setelah pembahasan perda terhenti. “Suka atau tidak terhadap isi pergub ini, faktanya pergub itu telah diundangkan dan telah menjadi sebuah dasar hukum dan mengikat,” ujar Anies.

Sekadar mengingatkan, salah satu syarat untuk mengurus IMB adalah bukti kepemilikan tanah dalam hal ini sertifikat hak milik atau hak guna bangunan (HGB). HGB di Pulau D diterbitkan pada Agustus 2017. Kurang dari dua bulan periode Gubernur 2012-2017 selesai.

Baca Juga :  Tony Rosyid: Lindungi Rakyat Kecil, Anies Siap Hadapi Mafia
Proses penerbitan HGB tersebut sempat dikritik sejumlah kalangan karena dianggap secepat kilat, di luar kelaziman. Selain itu, keputusan tersebut juga sempat diperkarakan ke pengadilan tapi hasilnya pengadilan menolak pembatalan HGB. Putusan pengadilan tersebut dibuat pada November 2018.

Saat menjawab kritik penerbitan HGB, Kepala BPN Jakarta Utara berdalih kebijaksanaan tersebut didasari oleh PKS Pemprov DKI dengan pengembang yang menyetujui HGB di atas hak pengelolaan tertanggal 11 Agustus 2017. PKS ini juga yang menjadi satu dasar dari tiga dasar eksepsi saat sidang tuntutan pembatalan HGB. Selain PKS, BPN menyebut dasar lainnya penerbitan HGB adalah Pergub No.206 tahun 2016.

Setelah PTUN menolak pembatalan HGB, adanya PKS membuat pemprov DKI “terkunci”saat pengembang mengurus IMB. IMB harus diproses sesuai prosedur yang berlaku. Hingga terbitlah IMB tersebut di masa sekarang. Kata kuncinya ada pada kesesuaian dengan prosedur yang harus dipatuhi.

Tatanan Hukum

Anies berucap tak ingin ketidaksukaannya terhadap reklamasi membuatnya berlaku tidak adil kepada pengembang. Kata-kata ini mirip ajaran Alquran Surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi: “Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”

Anies mengaku bisa saja dirinya menghancurkan pulau reklamasi beserta bangunannya. Itu tidak ia lakukan sebab jika itu dilakukan, tatanan hukum dan kepercayaan publik juga akan rusak. “Ya, jika saya sekadar mencari pujian, tampil heroik, dan bisa dicitrakan sebagai penghancur raksasa bisnis, maka bongkar saja semua bangunan di atas lahan hasil reklamasi itu. Di mana-mana akan disambut dengan tepuk tangan. Secara politik itu akan dahsyat,” ujar Anies dalam siaran pers, Rabu (19/6/2019).

Sebagai pejabat negara, Anies bertugas menjaga tatanan hukum. Ia tidak bisa sembarangan melampiaskan amarah. Ia bilang, sudah terlalu sering terjadi bahwa hukum ditekuk oleh yang sedang berkuasa. Aturan hukum disingkirkan demi kepentingan ekonomi, politik, dan kepentingan mikro lainnya. Hukum dipakai sesuai selera, dipakai untuk mempertahankan kekuasaan.

Bahkan sering terjadi, sebuah pergantian pemerintahan lalu diikuti dengan pembatalan dan perubahan peraturan yang berlaku surut. Perubahan yang berlaku surut seperti itu akan merusak kepercayaan masyarakat atas kepastian hukum. “Ini yang saya jaga, kepercayaan publik atas hukum dan kebijakan,” tuturnya.

Loading...