WARTARAKYAT.ID – Pengacara penambang rakyat Sukabumi, Saleh Hidayat, berharap kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara nomor 365 dan 366/Pid.Sus/2022/PN. Cdk, memberikan putusan vonis bebas terhadap para terdakwa dari segala tuntutan atau memberikan putusan yang seadil-adilnya.
“Kami berharap Yang Mulia Majelis Hakim berikan putusan bebas atau seadil-adilnya kepada para terdakwa,” ujar Saleh Hidayat dalam keterangan persnya, Kamis (9/2/23).
Menurut Saleh Hidayat, lembaga yudikatif sebagai refresentatif negara dalam menjunjung tinggi penegakan supremasi hukum, sudah seharus berdiri di atas kepentingan rakyat, menegakan keadilan, dan kepastian hukum untuk rakyat. Apalagi, sambungnya, menyangkut hajat hidup rakyat seperti tambang rakyat sesuai amanah UUD 1945 Pasal 33; Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Bahwa regulasi pertambangan rakyat, yakni melibatkan dan memberdayakan rakyat dalam mengelola potensi bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah tepat dan konstitusional,” tandasnya.
Lanjut Saleh, lembaga yudikatif melalui proses peradilan tidak boleh menggugurkan atau membatalkan atau menganggap cacat hukum sebuah produk hukum regulasi tambang rakyat, yakni dalam hal ini Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang sudah diterbitkan oleh negara melalui pelaksanaan perizinan berusaha sub sektor minerba bersasarkan dasar hukum UU No 3 Tahun 2020 tentang minerba yaitu 8 perizinan berusaha IUP, IUPK, IPR, SIPB IPP, IUPK sebagai kelanjutan Kontrak/ perjanjian IUJP dan IUP untuk penjuala. Apabila demikian maka, tentu jelas – jelas bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 tersebut.
Makanya, kata Saleh, memvonis bersalah 6 orang penambang rakyat yang sudah memiliki IPR dan IPR tersebut berada dalam WPR yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, sama artinya membatalkan atau menggugurkan atau menggangap cacat hukum WPR dan IPR yang telah diterbitkan oleh Negara.
“Seharusnya peradilan pidana tidak berwenang membatalkan suatu produk hukum berupa ketetapan pemerintah (besicking) seperti WPR dan IPR karena itu merupakan kompetensi absolut atau kewenangan mutlak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), selain itu hukum Pertambangan adalah urusan rakyat menambag dengan negara yang di atur dalam Hukum Administrasi,” tegasnya.
Saleh mengutip pernyataan Tuntutan JPU dan Replik yang disampaikan dalam persidangan yaitu berdasarkan database Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dokumen Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Nomor Izin : 16012200157090001 yang diterbitkan pada tanggal 16 Januari 2022 perubahan ke 17 tanggal 30 Januari 2022 An. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dokumen izin tersebut belum terverifikasi.
Untuk itu, Saleh menekankan, demi mewujudkan putusan berkualitas yang mencerminkan rasa keadilan dari Majelis Hakim agar hukum benar-benar humanis.
Dirinya mengutip dua pusaka peninggalan pendiri bangsa Indonesia, yang pertama Bung Karno mengatakan yaitu “Aku tinggalkan kekayaan alam Indonesia, biar semua Negara besar dunia iri dengan indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa indonesia sendiri yang mengolahnya”.
Kedua Mohammad Hatta mengatakan, “Koperasi adalah usaha bersama guna memperbaiki atau meningkatkan kehidupan atau taraf ekonomi berlandaskan asas tolong menolong”.
“Ini merupakan bagian dari perjuangan penambang rakyat Sukabumi,” Tutupnya. (RED)