Seks Bebas Pemicu HIV AIDS, Syariah Islam Solusi Tuntas. Opini Tawati

Seks Bebas Pemicu HIV AIDS, Syariah Islam Solusi Tuntas. Opini Tawati

Seks Bebas Pemicu HIV AIDS, Syariah Islam Solusi Tuntas. Oleh: Tawati, Muslimah Revowriter Majalengka dan Member Writing Class With Hass.

Kasus HIV/AIDS di Kota Cirebon meningkat di sela pandemi Covid-19. Sampai kini, otoritas penanggulangan AIDS setempat mendata 155 kasus. Jumlah tersebut diketahui berlangsung sejak awal ini hingga Mei. Dibanding periode yang sama pada tahun lalu, jumlah kasus tahun ini disebut lebih tinggi.

“Sampai Mei tahun ini sudah 155 kasus. Tahun lalu 127 kasus,” ungkap Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon, Sri Maryati. Peningkatan kasus, bebernya, sebab perilaku seks bebas masih terhitung tinggi.

Sejak 2009, penularan HIV/AIDS lebih banyak akibat hubungan seks bebas. Pengguna narkoba jarum suntik, imbuhnya, terhitung lebih sedikit ketimbang mereka yang melakukan seks bebas. (Ayo Cirebon, 20/6/2020)

Human Immunodeficiency Virus alias HIV masih menjadi momok menakutkan bagi manusia. Apalagi sampai sekarang, belum ada obat untuk menaklukkan virus yang pertama kali dikenali pada tahun 1980 ini.

HIV menyerang sel darah putih yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terinfeksi berbagai macam penyakit yang tak kunjung sembuh. Kondisi inilah yang dikenal sebagai Acquired Immune Deficiency Syndrome alias AIDS.

James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pejabat informasi masyarakat untuk Program AIDS Global di Organisasi Kesehatan Sedunia (UNAIDS) di Jenewa, Swiss, pertama kali mencetuskan peringatan Hari AIDS sedunia pada Agustus tahun 1987.

Sementara Pita Merah (Red Ribbon) yang didaulat sebagai lambang internasional untuk kepedulian terhadap HIV/AIDS dicetuskan pada April 1991 oleh suatu kelompok dermawan kecil yang bernama Visual AIDS yang berpusat di New York. Di Inggris, Pita Merah pertama kali dipakai oleh 700 ribu penggemar lagu pop saat konser musik memperingati Freddy Mercury yang diselenggarakan di Stadion Wembley pada April 1992.

Baca Juga :  Sat Lantas Polres Simalungun Bantu Urus Pembayaran Denda E-Tilang

Wabah AIDS sudah jadi musuh bersama seluruh dunia. Sehingga peringatan AIDS tak pernah luput dari incaran media. Berbagai acara digelar, mulai dari seminar, pawai, bakti sosial, tayangan televisi, hingga konser musik kemanusiaan. Dengan satu tema yang sama, hentikan AIDS!

Namun, di balik hingar bingar perayaan hari AIDS sedunia, ada sejumlah agenda yang coba disusupkan dalam benak masyarakat dunia. Agenda kapitalis yang berlindung di balik peringatan AIDS. Seiring bertambahnya jumlah kasus HIV/AIDS di setiap negara, UNAIDS dengan leluasa menjajakan ide-ide sesatnya dalam penanggulangan AIDS. Mulai dari safe sex dengan kondom, pembagian jarum suntik steril bagi pecandu IDU, dan metode substitusi bagi pengkonsumsi narkoba.

Kelihatannya mulia, padahal buat merana. Karena yang diembat bukan akar masalah penyebaran HIV, tapi malah gejalanya yang terus dipelihara. Akibatnya fatal. Bukannya turun, angka kasus HIV/AIDS terus menanjak dari tahun ke tahun.

Upaya penanggulangan penyakit menular seperti HIV bisa ditempuh dengan beberapa hal: akar penyebab dan penyebarannya dipangkas, penyebarannya dihentikan/dibatasi, penderitanya diobati/disembuhkan, masyarakat dibina ketakwaan mereka dan diedukasi secara memadai. Semuanya itu hanya ada dalam penerapan syariah Islam. Bukan yang lain.

Syariah Islam memangkas akar penyebaran HIV/AIDS, yaitu seks bebas. Di samping dengan tegas mengharamkan segala bentuk pornografi dan pornoaksi, dan pelakunya dikenai sanksi ta’zir. Produsen dan pengedarnya dikenai sanksi yang berat, sebab tersebarnya pornografi dan pornoaksi akan membahayakan dan merusak masyarakat.

Baca Juga :  Polres Jeneponto Gelar Dzikir dan Doa Bersama Akhir Tahun

Dengan semua itu maka akar penyebaran HIV/AIDS bisa dipangkas sejak akarnya. Sekaligus itu bisa meminimalkan penyebarannya hingga mendekati nol. Sementara bagi penderitanya, syariah Islam mewajibkan negara untuk menyediakan pengobatan kualitas nomor wahid bagi mereka juga bagi seluruh rakyat secara gratis dalam lingkungan karantina. Mereka tidak hanya dirawat secara medis, tetapi juga diperhatikan aspek psikologisnya.

Dalam hal ini, ditanamkan kepada mereka sikap ridha (menerima) kepada qadha’, sabar, dan tawakal. Mereka juga terus-menerus ditingkatkan keimanan dan ketakwaannya agar lebih terpacu melakukan amal untuk menyongsong kehidupan berikutnya yang lebih baik.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang orang yang berserah diri.” (TQS.an-Nahl [16]: 89)

Sebagai upaya pencegahan, umat akan dibina keimanan dan ketakwaannya secara terus-menerus. Sehingga umat akan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, terutama di antaranya zina, atas dasar kesadaran dan dorongan iman dan ketakwaan. Pintu amar makruf nahi mungkar pun dibuka lebar, bahkan hal itu merupakan kewajiban semua Muslim, termasuk untuk mengoreksi penguasa jika lalai melakukan semua itu.

Dengan penerapan syariah Islam oleh negara, umat akan menjalani kehidupan yang sehat dan rakyat akan selamat dunia akhirat.

Wallahua’lam bishshawab.

Loading...