Anomali Sikap Indonesia terhadap Corona. Oleh: Ifa Mufida, Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Sosial.
Korban jiwa akibat virus corona di China terus bertambah. Otoritas China mengatakan korban tewas melonjak menjadi 80 usai 24 orang kembali meninggal di Hubei. Dilansir dari AFP, Senin (27/1/2020), saat ini total kasus virus corona yang terkonfirmasi naik tajam menjadi 2.744. Berdasarkan perhitungan nasional, jumlah orang yang terinfeksi meningkat 769.461 di antaranya berada dalam kondisi serius (m.detic.com, 27/91/2020).
China sendiri telah mengisolasi Hubei. Hal itu dilakukan demi mencegah penyebaran virus corona di China. Virus ini mulanya berasal dari Wuhan, Hubei dan kemudian merebak ke wilayah China lainnya. Pemerintah China menyebut situasi ini begitu genting dan membatasi semua perjalanan.
Secara medis, virus corona akan menyebabkan pneunomia. Orang yang terinfeksi virus ini dilaporkan memiliki gejala seperti batuk, demam, dan kesulitan bernafas. Bahkan, pada kasus parah dapat terjadi kegagalan organ dan berakibat kematian. Obat antibiotik pun tidak ada gunanya untuk virus corona, sehingga pemulihan bergantung pada kekuatan sistem kekebalan tubuh penderita. Lebih mematikan bagi mereka yang sudah memiliki penyakit lain sebelumnya misal diabetes, jantung, dll.
Penularan virus corona berlangsung relatif sangat cepat. Dua analisis ilmiah dari Imperial College London dan Universitas Manchester mengenai penyebaran Corona menyebutkan bahwa satu orang yang terkena virus itu menulari dua atau tiga orang lain. Hal ini disimpulkan dari jumlah tertular yang ada saat ini.
Walau kasus yang paling banyak dijumpai di China. Namun, kasus ini juga sudah dilaporkan di berbagai negara di benua Asia, Amerika dan Eropa. Di Hong Kong dan Thailand masing-masing sudah ada 8 kasus dilaporkan. Di AS dan Makau sudah teridentifikasi 5 kasus. Menyusul di belakangnya ada Australia, Malaysia, Singapura dan Taiwan yang masing-masing melaporkan 4 kasus. Jepang dan Perancis 3 kasus, Vietnam dan Korea Selatan masing-masing 2 kasus dan Nepal serta Kanada masing-masing 1 kasus (CNBC Indonesia.com).
Melihat data tersebut, nampaknya memang penularan virus Corona sudah mulai menyebar ke negara-negara tetangga. Hal ini akan menjadi ancaman nyata jika tidak ada tindakan pencegahannya. Sebagaimana disampaikan oleh kepala Program Riset Biosecurity di Kirby Institute di Universitas New South Wales, Australia, mengatakan hari Sabtu (25/1/2020) bahwa dia sangat mencemaskan tingkat penyebaran Corona di China. Menurut Raina MacIntyre, semakin cepat penularan di China berarti semakin tinggi pula bahaya yang mengancam dunia.
Maka wajar jika beberapa negara yang disinyalir warganya tertular virus ini akan segera mengevakuasi mereka dari Wuhan. Mereka antara lain Perancis, USA, dan Rusia. Hampir semua negara di dunia pun juga melakukan larangan tegas warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke China. Begitu juga melarang masuknya warga China ke negaranya. Hal ini adalah dalam rangka mencegah penularan Corona. Namun nampaknya cukup berbeda dari Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang menerima 174 turis asal Kunming, China, di Bandara Internasional Minangkabau di Padang pada Minggu (26/1). Ratusan turis tersebut disambut langsung oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan Sekda Sumbar Alwis. Begitu juga Pemprov Sulawesi Utara telah menerima kedatangan tujuh turis di Manado yang terindikasi terjangkit virus corona. Namun, pihak Lion Air selaku maskapai telah membantah indikasi tersebut.
Sontak sikap Pemda tersebut menimbulkan protes dari netizen. Bahkan, penolakan tersebut menjadi trending topic di Twitter pada Minggu (26/1) pagi. Tagar #TolakSementaraTurisChina viral dikarenakan banyaknya turis yang datang ke Indonesia. Sungguh ironi, melihat fakta bagaimana virus ini sangat mudah menular dan menyebabkan kematian seharusnya ada upaya kongkret untuk mencegah penularan nya.
Sayangnya sejauh ini, para pejabat Indonesia justru sebatas mengeluarkan pernyataan bahwa puluhan bandara internasional akan dilengkapi dengan detektor panas tubuh. Tetapi, belum tampak ada sosialisasi yang gencar mengenai virus Corona. Tidak keliru kalau ada kesan bahwa pemerintah Indonesia jauh lebih santai dibanding kebijakan di negara-negara tetangga.
Kementerian Kesehatan hanya mengeluarkan anjuran perjalanan (travel advisory) guna meminimalisir dampak pandemi tersebut. Begitu juga kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I, Bandara Soekarno-Hatta, dr. Anas Ma’aruf di Gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu (22/1/2020) malam menyatakan bahwa, “Kita tidak melakukan restriksi, pembatasan perjalanan orang, karena bisnis bisa merugi, ekonomi bisa berhenti,”
Di sisi lain, Bapak Presiden juga melakukan langkah yang meloncat. Presiden lebih memikirkan bagaimana nanti penanggulangan jika ada penularan penyakit ini di Indonesia. Beliau mengatakan pemerintah sudah menyiagakan sebanyak 100 rumah sakit dengan ruang isolasi untuk pasien dengan gejala penyakit di paru-paru dan saluran pernapasan.
Padahal sebelum itu yang lebih penting adalah membatasi masuknya warga China adalah hal yang wajib dilakukan. Langkah ini dalam rangka untuk benar-benar memutus adanya kemungkinan virus ini masuk di Indonesia. Bukan sebaliknya, hanya memikirkan kerugian dalam sisi ekonomi, tersebab akan menjadikan sepinya sektor pariwisata.
Seungguh miris. Kapitalime telah menjadikan negara ini hanya memikirkan keuntungan materi dibandingkan melindungi warga negaranya dari virus mematikan. Hal ini juga menunjukkan bagaimana segi prioritas pemerintah, dimana lebih memikirkan untung rugi dibandingkan dengan keselamatan rakyatnya.
Hal ini adalah salah satu saja anomali sikap pemerintah Indonesia yang kembali membuat rakyat mengelus dada. Seolah rakyat tak henti-hentinya dikorbankan. Masih sesak dada masyarakat akibat kenaikan BPJS dua kali lipat, sedang di sisi lain pemerintah menggaji direksi dan dewan pengawas KPK sampai ratusan juta tiap bulan. Belum lagi kebijakan impor yang hampir di segala lini menjadikan rakyat Indonesia kesulitan untuk memasarkan produknya. Serta masih banyak lagi fakta paradoks sikap pemerintah.
Sekali lagi, untuk kasus corona harusnya pemerintah mengambil sikap tegas untuk melakukan pembatasan 100 persen pencegahan total dengan kebijakan travel warning atau larangan masuknya turis China. Hal ini lah yang dituntun oleh Islam. Sebagaimana wabah atau penyakit menular, sudah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, wabah yang cukup dikenal adalah pes dan lepra. Nabi pun melarang umatnya untuk memasuki daerah yang terkena wabah, apakah itu pes, lepra, maupun penyakit menular lain.
Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kelian meninggalkan tempat itu,” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Wallahu A’lam bi Showab.