Isu Pemekaran Wilayah Provinsi Baru di Papua Menuai Pro dan Kontra

Isu Pemekaran Wilayah Provinsi Baru di Papua Menuai Pro dan Kontra
Pro Kontra Isu Pemekaran Wilayah Provinsi Baru di Papua

WARTARAKYAT.ID – Isu pemekaran wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah paling timur Indonesia, Papua dan Papua Barat menuai kritik dari masyarakat setempat. Masyarakat setempat lebih memikirkan kesejahteraan rakyatnya daripada pemekaran wilayah.

Dalam pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian yang dilansir dari tempo.co, Rabu (30/10/19), mantan Kapolri ini menjelaskan seluruh kepala daerah di Papua Selatan sepakat membentuk provinsi baru dan gubernur pun menyetujuinya. Sedangkan di wilayah Pegunungan Tengah masih mencari titik temu.

“Nah yang kami lihat satu suara itu di Papua Selatan. Sementara Papua Pegunungan Tengah silahkan didiskusikan (menampung-red) aspirasi dari bawah. Kalau sudah cocok mungkin nanti dulu,” kata Mendagri.

Pernyataan Mendagri ini bertolakbelakang dengan dua pimpinan lembaga kultural Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB). Mereka dengan tegas menolak adanya pemekaran wilayah di pulau Papua.

Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Maksi Nelson Aheran, menegaskan pihaknya menolak rencana pemekaran wilayah di Provinsi Papua dan Papua. Menurutnya, pemekaran wilayah perlu didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia, khususnya Orang Asli Papua (OAP).

Baca Juga :  Allianz Indonesia Bayar Klaim Asuransi Lima Korban Lion Air JT 610

“Kalau kita bicara pemekaran, dan tidak di dukung oleh SDM yang memadai, maka pemekaran itu untuk siapa?” katanya seperti yang dilansir jagatpapua.com, Jumat (25/10/2019).

Maksi Nelson Aheran menjelaskan, saat ini yang harus dipikirkan pemerintah adalah menyiapkan SDM yang cukup. Agar ketika dimekarkan, tidak ada lagi kecemburuan sosial yang terjadi.

“Jangan kita memaksakan pemekaran hanya untuk kepentingan tertentu saja. Ada permasalahan yang terjadi di Papua dan Papua Barat yang perlu diselesaikan lebih dulu. Setelah itu baru kita bicara hal lain,” tutur Maksi.

Senada dengan Maksi, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib juga menolak pembentukan dua provinsi baru di bumi cendrawasih tersebut. Timo menegaskan, penambahan dua wilayah tingkat satu yang baru di Papua akan memicu konflik horizontal antara sesama rakyat yang wilayahnya akan di mekarkan.

“MRP sebagai (lembaga-red) aspirasi kultural sangat menyesal kalau ini (wacana pemekaran wilayah-red) dipaksakan. Karena hanya akan memakan korban rakyat Papua sendiri. Rakyat Papua yang akan menjadi tumbal. MRP akan menolak. Saat ini, kami dalam posisi menolak,” katanya seperti yang dilansir republika.co.id, Selasa (29/10/2019).

Timo menerangkan, MRP merupakan lembaga resmi negara yang khusus ada di Papua. MRP punya kewenangan yang mengacu dalam UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Timo mengingatkan, Pasal 76 menebalkan tentang aturan main pemekaran. Ia menerangkan, pemekaran berawal dari ajuan eksekutif di tingkat provinsi dan kabupaten yang di sampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Ajuan tersebut, pun mengharuskan adanya kajian menyangkut tentang kebutuhan rakyat Papua yang wilayahnya akan dimekarkan.

Baca Juga :  Panwaslu Kecamatan Awasi Beredarnya Tabloid Indonesia Barokah

“Kondisi di papua saat ini solusinya bukan pemekaran. Kondisi keamanan di Papua saat ini, juga bukan untuk pemekaran provinsi-provinsi baru. Kondisi di papua saat ini adalah masalah yang terjadi di akarnya,” sambung Timo.

Ditegaskan Timo, persoalan akar masalah tersebut terutama dalam pemerataan perekonomian. Pemerataan ekonomi di papua akan membuat rakyat asli, dapat mencecap pendidikan yang layak dan akses kesehatan yang terjamin.

“Jadi masalah akar rakyat Papua itu harus diselesaikan. Dengan cara peningkatan kualitas manusianya supaya mereka bisa kenyang, bisa sehat, bisa pintar. Itu dulu selesaikan. Baru kita pikirkan pemekaran,” tutupnya. (HSG)

Loading...